Wednesday, September 17, 2008

60 Tahun Pembantaian Deir Yasin


Milisi Teroris Hagana Mengusir Warga Palestina dari Haifa, April 1948

Infopalestina: Pada awal Maret, Rabu (05/03) lalu, sekelompok pembesar rabi Yahudi mengeluarkan fatwa baru yang membolehkan militer Zionis 'Israel' untuk membidik dan menembaki warga sipil Palestina. Mereka beralasan karena untuk membalas serangan roket milik Palestina ke wilayah-wilayah 'Israel'.

Fatwa tersebut keluar hanya berselang dua hari setelah Zionis 'Israel' mengakiri periode pertama operasi militer besar yang mereka gelar di Jalur Gaza yang disebut sendiri oleh Menteri Pertahanan 'Israel', Ehud Barak sebagai ‘holocaust’. Operasi jahat ini sendiri menelan korban 137 syahid, mayoritasnya dari warga sipil dan melukai lebih dari 370 orang.

Fatwa kontroversial ini dikeluarkan oleh Ikatan Rabu Tanah 'Israel' yang dikepalai Rabi Dov Lior, kepala rabi di permukiman Yahudi Keryat Arbu sebelah timur laut kotaHebron, Tepi Barat. Fatwa yang sama juga pernah diserukan para rabi Yahudi saat militer Israel menggelar aksi Qana dalam agresi ke Libanon pertengan 2006 lalu. Mereka menghalalkan pembunuhan anak-anak Arab yang dianggapnya sebagai sesuatu yang sah karena menjadi anashir kebencian terhadap “Israel” di masa mendatang.

Pada tahun 2000 ketika meletus intifadhah al Aqsha, Rabbi (Hakom) Yahudi Ovadia Yosev meminta Israel menembakan rudal ke arah para demonstran dan kota-kota mereka. Dia melandasi seruannya ini dengan mengatakan bahwa Tuhan telah menciptakan kejahatan dan menciptakan bersamanya Arab sebagaimana disebutkan kitab Talmud. Jika memerangi kejahatan adalah wajib untuk membasmi keberadaannya maka demikian juga memerangi Arab.

Sebelum seruan langsung untuk melakukan pembasmian manusia ini, Hakom (Yosev) mengucapkan belasungkawa kepada PM Israel kala itu, Ehud Barak, atas upayanya melakukan perdamaian dengan orang-orang Palestina di Camp David bersama Arafat dan Clinton. Dia mengatakan, sesungguhnya orang yang melakukan perdamaian dengan ‘bangsa ular’ (orang Yahudi menyebut orang-orang Palestina dengan istilah afa’i/ular, red) maka telah kehilangan akal dan kelayakan. Sebelumnya, di tahun 80-an Jenderal Rafael Eitan, Kepala Staf Angkatan Bersenjata Israel, tahun 1983, mengeluarkan pernyataan terkenal, “Kami akan mengumpulkan (orang-orang) Arab dalam botol agar mereka memakan satu sama lain seperti kelelawar-kelelawar beracun.”

Dalam perang 1967, para komandan perang Israel melakukan pembantaian terhadap para tawanan Mesir yang terisolasi dan itu bukan yang pertama. Peristiwa yang sama pernah terjadi sebelas tahun sebelumnya pada perang tahun 1956.

Pembantaian yang paling masyhur dan pertamakali dikenal kalangan media dan intelektual Arab adalah pembantaian Deir Yasin yang terjadi pada April 1948, yang melibatkan geng teroris zionis “Hagana”, “Irgun” dan "Stern" dalam penyerbuan desa al Musalamah dengan melakukan pembantaian terhadap kaum wanita dan anak-anak, yang dilakukan dari jarak dekat. Meskipun riset pada sumber-sumber sejarah menjelaskan bahwa pembantaian yang paling dahulu dan yang pertama dilakukan Zionis Israel terhadap warga sipil Palestina telah terjadi pada 1919 bertepatan pada perayaan hari raya Nabi Musa.

Saat itu, seorang pendiri sayap kanan gerakan Zionis yang masih berada di bawah komando pasukan Hagana, Vlandemir Gabotinsky bersama sejumlah serdadunya masuk ke pelataran masjid al Aqsha. Mereka menyebar dan langsung melepaskan tembakan senjata otomatis ke arah jama’ah shalat. Lebih dari seratus jama’ah tersungkur antara gugur dan terluka.

60 Tahun Pembantaian Deir Yasin

Pada malam 9 April, 1948, 60 tahun yang lalu, penduduk Deir Yassin terbangun karena perintah “mengosongkan desa” yang disuarakan oleh pengeras suara. Sebelum mereka mengerti apa yang tengah terjadi, mereka telah dibantai. Penyelidikan Palang Merah dan PBB yang dilakukan berturut-turut di tempat kejadian menunjukkan bahwa rumah-rumahnya pertama-tama dibakar lalu semua orang yang mencoba melarikan diri dari api ditembak mati. Selama serangan ini, wanita-wanita hamil dicabik perutnya dengan bayonet, hidup-hidup. Anggota tubuh korban dipotong-potong, lalu anak-anak dihantam dan diperkosa. Selama pembantaian Deir Yassin, 52 orang anak-anak disayat-sayat tubuhnya di depan mata ibunya, lalu mereka dibunuh sedang kepalanya dipenggal. Lebih dari 60 orang wanita terbunuh lalu tubuh-tubuh mereka dipotong-potong. Total korban pembantaian Deir Yasin sebanyak 254 orang meninggal.

Tidak puas hanya dengan pembantian, para teroris lalu mengumpulkan seluruh perempuan dewasa dan remaja yang masih hidup, menanggalkan seluruh pakaian mereka, membaringkan mereka di mobil terbuka, membawa mereka sepanjang jalan daerah Yahudi di Yerusalem dalam keadaan telanjang. Jacques Reynier, perwakilan Palang Merah Palestina pada saat itu, yang melihat potongan-potongan mayat selama kunjungannya ke Deir Yassin pada hari serangan itu, hanya bisa berkata, “Keadaannya sungguh mengerikan."

Selama diadakannya serangan, 280 orang Islam, di antara mereka wanita dan anak-anak, mula-mula diarak di sepanjang jalan lalu ditembak seperti menjalani hukuman mati. Sebagian besar wanita yang masih remaja diperkosa sebelum ditembak mati, sedangkan remaja pria ada yang dikebiri kemaluannya.

Pembantaian ini adalah sebagian dari lusinan pembantaian yang terdokumentasikan terhadap rakyat Palestina oleh milisi-milisi teror Zionis yang bertujuan hendak mengubah Palestina menjadi sebuah negara Yahudi. Aksi-aksi teror Zionis seperti di Deir Yassin telah memicu pengusiran massal orang Palestina.

Para milisi Zionis, dan kemudian, militer Israel, mengusir mereka ke luar dari tanah historis yang telah mereka huni berabad-abad lamanya. Dengan gerak cepat, Israel memobilisasi pemindahan Yahudi dari seantero dunia ke rumah-rumah dan tanah-tanah rakyat Palestina yang ditinggalkan.

Bagi bangsa Palestina, Deir Yassin adalah simbol hilangnya tanah tumpah darah mereka dan kehancuran masyarakat mereka, sebuah situasi yang terus berlangsung hingga hari ini. Ketika Israel mendeklarasikan diri pada Mei 60 tahun lalu, lebih daripada 700000 rakyat Palestina diusir sementara 78 persen tanah historis Palestina lenyap dan berubah nama menjadi “Israel”.

Dewasa ini, kaum pengungsi Palestina nyaris berjumlah 4 juta orang, di luar populasi keseluruhan bangsa Palestina yang mendekati angka 10 juta. Sementara kaum pengungsi lain dari berbagai belahan dunia bisa kembali ke tanah air mereka, hak pulang kaum pengungsi Palestina hingga detik ini masih dirampas secara internasional. (seto)

No comments:

Post a Comment