Friday, January 16, 2009

Israel Ingin Segera Keluar Dari Gaza

Israel tak ingin berperang lebih lama di Gaza. Militer Israel sudah merasakan pahitnya perang. Menghadapi para pejuang Palestina, yang terus bertahan menghadapi serangan missil dari udara, darat dan laut. Sebagian militer Israel sudah kehilangan disiplin. (Yerusalem Post, 15/1/2009). Diantara anggota tentara Israel sudah ada yang melakukan desersi. Mereka tak sanggup menghadapi perang di Gaza, dan harus membunuhi orang-orang sipil, anak-anak, wanita dan orang tua.

Dalam pertemuannya ‘Trioka’ (Perdana Menteri Olmer, Menlu Tzipi Livni, dan Menhan Ehud Barak), mendiskusikan, bagaimana caranya melakukan ‘exit’ (keluar) dari Gaza? ‘Trioka’ itu menyetujui mengirim Deputi Menhan Israel, Amos Gilad, ke Cairo, bertemu dengan sejumlah pejabat di Cairo, menyusun formulasi ‘perdamaian’, agar Israel segera dapat keluar dari Gaza. Israel, nampaknya menyetujui formula yang dibuat Mesir, dan ‘gencatan senjata’ itu, yaitu dimulai dengan Hamas menyerahkan Kopral Gilad Shalid ke Mesir, sebagai pra kondisi bagi terciptanya perundingan gencatan senjata. Namun, fihak Hamas belum sepenuhnya menerima formula yang dibuat Mesir. Meskipun, nampaknya telah diklaim bahwa, wakil Hamas Dr.Bardawel, dapat menyetujui isi formula gencatan senjata.

Menteri Pertahanan Ehud Barak telah membeberkan rencana gencatan senjata kepada Olmert dan Tzipi, sebaliknya Olmert dan Tzipi, ingin perang dilanjutkan sampai tujuan perang itu tercapai. Olmert, nampaknya percaya, tujuan perang akan dapat terwujud. Olmert mendapatkan dukungan dari Kepala Shin Bet (Dinas Keamanan Dalam Negeri Israel), Yuval Diskin, dan Kepala Mossad, Meir Dagan. Sedangkan, Menhan Ehud Barak, menyatakan bahwa tujuan perang sudah tercapai. Silang pendapat antara ‘Trioka’, menimbulkan ketidakpastian di Israel, hal ini akan terjadi seperti ketika perang di Lebanon. Para pemimpin politik dan militer Israel tidak mencapai kesepakatan dalam mengambil keputusan perang.

Nampaknya, ‘Trioka’ (Olmert, Tzipi Livni, Ehud Barat), masih menunggu kepastian tentang nasib Kopral Gilad Shalid dari pejabat intelijen Mesir, sebelum mengambil keputusan. Di sisi lain, Menlu Israel, Tzipi Livni melakukan negosiasi dengan Deputi Menlu AS, Ahahron Abramowitz, yang bertujuan mencapai kerjasama Israel-AS, menangani penyeludupan senjata dari perbatasan Mesir ke Gaza. Tzipi memaksa kepada Ahahron agar perjanjian antara Israel-AS dapat ditandatangani sebelum Condoleeza Rice meninggalkan Deparlu AS.

Ada keinginan kuat yang menjadi tujuan gencatan senjata bagi Israel, yang diakomodasi Mesir dalam formula gencatan senjata itu, pertama Hamas harus melucuti senjatanya, ini sebagai rencana menciptakan keamanan Israel. Kedua, kerjasama militer antara Israel, Mesir, Amerika, dan Otoritas Paelstina (PA), guna menghentikan penyelundupan senjata, baik lewat darat atau laut. Sehingga, tidak ada lagi ancaman keamanan bagi Zionis-Israel. Ketiga, mengembalikan Otoritas Palestina (PA),yang dipimpin Presiden Mahmud Abbas, mengambil alih pemerintahan di Gaza. Gaza tidak lagi dibawah kontrol Hamas.

Para pemimpin Israel memberikan perhatian penuh tentang adanya penyelundupan senjata, yang mereka anggap sebagai ancaman yang sangat serius bagi keamanan Israel. Selama ini, memang belum termasuk menjadi prioritas utama Israel, terkait dengan penyelundupan senjata dari Mesir. Meskpun, selama ini Mesir menutup rapat-rapat perbatasannya.

Israel juga sudah melobby para pejabat Keamanan AS, termasuk dengan Menhan AS, yang baru Robert Gate, untuk mendapatkan jaminan keamanan dari AS, khususnya berkaitan dengan penyelundupan senjata dari Mesir ke Gaza. Para pejabat Israel, melalui Menlu Tzipi Livni, meminta komitment Menhan AS, Robert Gate, dan Menlu AS yang baru, Hallary Clilnton, agar kerjasama dibidang intelijen dan militer, guna mengakhiri penyeludupan senjata, dan dapat digunakan para ‘teroris’, yang mengancam keamanan Israel menjadi sebuah keputusan politik antara Israel-AS.

Kemungkinan perang belum segera berakhir. Kemampuan militer Israel dalam perang di Gaza akan diuji. Israel menurut Menhan Ehud Barak, tujuan perang yang dilakukan Israel sudah tercapai. Yaitu mereduksi kekuatan militer Hamas, dan menghancurkan seluruh infrastrukturnya. Tapi, sampai hari ini belum ada tanda-tanda bahwa para pejuang Hamas mengerek bendera ‘putih’. Sekarang, kekuatan-kekuatan yang terlibat dalam perang di Gaza sedang berhitung, termasuk Israel ingin melakukan ‘exit’ (keluar) dari Gaza, dan menunggu momentum, yang mereka inginkan. Para pemimpin Zionis-Israel sedang berjudi dengan nasib dan masa depan mereka.

Adakah mereka akan berhasil keluar dari Gaza, dan tanpa harus kehilangan muka, serta acaman akan eksistensi mereka sebagai sebuah entitas politik di masas depan? Kehancuran di Gaza yang massif, dan korban yang jumlahnya sangat besar, menyebabkan rejim Zionis-Israel telah menjadi musuh seluruh umat manusia. Jika, Israel memenangkan perang di Gaza, tapi sejatinya Israel telah kalah, akibat kejahatan yang mereka ciptakan sendiri. (Eramuslim, 15/01/09)

Bumi Isra’ Dan Mikraj Nabi Dikhianati

HTI-Press. Jika hari-hari ini kita menyaksikan tayangan televisi al-Jazeerah, al-‘Alam atau televisi lokal, pasti hati kita akan tersayat pedih. Kita menyaksikan setiap hari penduduk Gaza dibantai dengan biadab oleh bangsa terlaknat (al-maghdhubi ‘alaihim), Yahudi. Lihatlah, dalam waktu 18 hari saja, sudah 930 jiwa yang gugur sebagai syuhada’, dan 4280 jiwa yang terluka, sebagai korban kebrutalan dan kebiadaban Israel. Sampai PM Israel, Ehud Olmert (12/1/2009 M) menyatakan, bahwa apa yang telah dilakukannya dalam 16 hari itu belum pernah dilakukan sebelumnya sepanjang pendudukan. Dia juga mengklaim, apa yang dicapainya dalam waktu 16 hari itu juga belum pernah dicapai sebelumnya.

Klaim Olmert mungkin benar, jika dilihat dari jumlah korban dan kerusakan yang ditimbulkan oleh kebrutalan dan kebiadaban Isreal. Bukan hanya manusia, rumah, sekolah dan masjid pun tidak luput dari kebrutalan dan kebiadaban bangsa kera itu. Meski demikian, yakinlah apa yang dialami oleh Israel saat ini sesungguhnya adalah kegagalan dan kekalahan. Pejabat Israel semula menyatakan, bahwa target mereka menyerang Gaza, yang didahului dengan blokade selama bertahun-tahun, adalah untuk melumpuhkan kekuatan Hamas dan kelompok-kelompok perlawanan yang ada di Gaza, seperti Brigade al-Qasam, al-Quds dan lain-lain dalam waktu lima hari. Namun, sudah 18 hari target ini tidak berhasil mereka capai. Meski Israel telah mengerahkan seluruh kekuatannya, bahkan dengan menggunakan senjata terlarang, seperti bom Fosfor putih, ternyata mereka tak kunjung berhasil. DK PBB yang mengeluarkan resolusi 1860 pada tanggal 9 Januari 2009 M, yaitu 14 hari setelah serangan biadab Israel, yang bertujuan untuk menyelamatkan posisi Israel pun juga tidak berhasil. Sehari sebelum serangan darat, 2 Januri 2009, pejabat Israel menyatakan akan mengerahkan 6500 personil lengkap dengan tank dan kendaraan lapis baja, hingga hari ini ternyata tidak berhasil. Sehingga Israel terpaksa harus mengerahkan tentara cadangannya (12/1/2009 M). Olmert yang sebelumnya menyatakan, bahwa tidak lama lagi serangan akan diakhiri, karena target hampir tercapai, namun hari ini pernyataan itu harus direvisi Menlunya sendiri, Livni.

Namun yang menarik, pada hari yang sama (13/1/2009 M), Menlu Mesir, Abu Ghaith juga menyatakan tidak akan mentolelir negaranya digunakan untuk membangun kekuatan Hamas. Iya, pemerintah Mesir bukan hanya mengkhianati Hamas, tetapi juga rakyat Gaza dan Palestina. Lihatlah, ketika penduduk Gaza hendak memasuki Rafah, perbatasan Gaza-Mesir, polisi Mesir melepaskan tembakan peringatan ke udara, dan mengusir mereka. Bahkan, kini ketika Gaza sudah dijadikan sebagai zona militer tertutup oleh Israel, dan satu-satunya pintu keluar adalah Rafah, lagi-lagi penguasa Mesir hanya diam menyaksikan saudara-saudara mereka dibantai di depan mata mereka.

Wajar, jika sebelumnya Hasan Nashrullah, pimpinan Hizbullah, menyatakan jika penguasa Mesir tidak membuka pintu Rafah, berarti mereka terlibat dalam tindakan kriminal Yahudi. Dan, jika rakyat Mesir juga diam, tidak mendesak penguasa mereka, maka mereka pun sama. Sama-saam terlibat dalam tindakan kriminal Yahudi terhadap Gaza. Rupanya, pernyataan Hasan Nashrullah itu begitu menakutkan penguasa Mesir. Bukan hanya Menlu, Abu Ghaith, yang menanggapi pernyataan tersebut, tetapi penguasa Mesir langsung melakukan mutasi besar-besar di tubuh angkatan bersenjata Mesir, karena khawatir akan terjadi kudeta. Apalagi, sebelumnya seorang perwira Mesir menyatakan akan menggulingkan Husni Mubarak, jika dia berpihak kepada Israel. Bukan hanya itu, dengan sigap penguasa Mesir pun telah menangkap dan menjebloskan sejumlah perwira tinggi mereka ke penjara. Pengkhianatan penguasa Mesir tidak hanya sampai di situ, suara rakyatnya pun dibungkam. Tidak kurang puluhan anggota Ihwan al-Muslimin ditangkap dalam demonstrasi menentang kebrutalan Israel, dengan dalih menjadi anggota organisasi terlarang.

Pemerintah Mesir tidak sendiri. Pemerintah Yordania juga melakukan hal yang sama. Meski demonstrasi diizinkan, namun sejumlah demonstran ditangkapi di depan Kedubes Israel di Amman, ketika memprotes kebiadaban Israel. Bahkan yang lebih ironis lagi adalah penguasa Saudi. Jika di televisi Suriah, Libanon, Qatar, Libya dan lain-lain hampir setiap saat memutar tayangan tragedi Gaza berulang-ulang, maka hal yang sama tidak akan Anda jumpai di televisi Saudi, baik channel 1 maupun 2. Bukan hanya itu, Mufti Saudi pun diminta mengeluarkan fatwa yang mengharamkan demostrasi jalanan untuk menentang kebrutalan Israel. Tentu saja, fatwa aneh ini pun ditentang oleh para ulama’ yang lain. Dari Suriah, seorang ulama’ secara terbuka di televisi al-‘Alam meminta sang mufti bertaubat kepada Allah, karena fatwanya yang ngawur itu. Bukan hanya itu, pemerintah Saudi juga menolak seruan Iran untuk mengembargo pasokan minyak ke Israel. Qatalahumu-Llah fa aina yu’fakun (Semoga Allah segera membinasakan mereka. Bagaimana mereka sampai bisa berpaling seperti itu)?

Inilah bukti-bukti pengkhianatan mereka, bukan hanya terhadap Gaza, tetapi juga terhadap bumi Israk dan Mikraj Nabi saw. Jatuhnya Palesina ke tangan Yahudi adalah buah pengkhianatan para penguasa itu. Mulai dari Perang 1948, Perang 1956 hingga Perang 1967, yang secara keseluruhan peperangan tersebut berhasil membangun mitos, bahwa Israel tak terkalahkan, dan tidak bisa dihadapi dengan peperangan. Padahal, pengkhianatan para penguasa itulah yang menyebabkan Israel seolah tidak terkalahkan. Bukti nyata semuanya itu kini bisa kita saksikan dalam serangan brutal Isarel saat ini. Selain itu, kita juga telah menyaksikan bagaimana Israel, yang konon hebat itu, ternyata kalah berperang melawan Hizbullah, Juli 2006.

Iya. Para penguasa itulah yang sesungguhnya menjadi penyakit Islam dan umatnya. Mereka menjadi benalu, dan racun di tubuh umat Muhammad saw. ini. Ketika tentara-tentara Islam siap berjihad, merekalah yang justru mengikat tangan dan kaki tentara-tentara itu untuk berangkat berjihad. Ketika rakyat meluapkan perasaan mereka, untuk memprotes diamnya para pengkhianat itu, justru mereka terus-menerus menjaga kepentingan Yahudi di negeri mereka. Mereka bahkan telah diajari oleh seorang Hugo Chaves, yang nota bene bukan pemeluk Islam. Anehnya, mereka pun tidak malu. Iya, mereka memang sudah tidak mempunyai rasa malu. Karena akidah mereka sudah mati. Mereka memang bukan lagi umat Muhammad. Lalu, masihkah umat Muhammad ini berharap kepada mereka?

Tidak. Umat Muhammad yang mulia ini membutuhkan seorang pemimpin yang ikhlas, berjuang dan mengabdi hanya untuk kepentingan Islam dan umatnya. Dialah Khalifah kaum Muslimin. Iya. Sudah saatnya, umat ini mengangkat seorang Khalifah untuk mengurusi dan menyelesaikan seluruh urusan mereka. Khilafahlah yang akan memenuhi jeritan anak-anak, wanita dan orang tak berdaya di Gaza. Khilafahlah yang akan mengerahkan pasukannya untuk berjihad melawan tentara Israel, dan menghancurkan negara Yahudi itu hingga ke akar-akarnya. Khilafahlah yang akan menghadapi Amerika, Inggeris, Rusia dan negara-negara Eropa yang mendukung eksistensi negara Zionis itu. Khilafahlah yang akan membersihkan negeri-negeri kaum Muslimin dari antek-antek negara-negara penjajah itu.

Allahumma ikhla’ Kiyan al-Yahud, wa a’wanaha, wa duwal al-lati da’amatha wa da’amat wujudaha min Falasthin wa sairi bilad al-Muslimin min judzuriha. Wa ‘aqim ‘alaiha daulata al-Khilafah ya Rabb. Allahumma ‘ajjil lana nushrataka bi qiyamiha (Ya Allah, cabutlah entitas Yahudi, para pendukungnya, juga negara-negara yang mendukungnya dan mendukung eksistensinya dari Palestina dan seluruh negeri kaum Muslim hingga ke akar-akarnya. Ya Rabb, dirikanlah di atas puing-puingnya Negara Khilafah. Ya Allah, segerakanlah pertolongan-Mu dengan tegaknya Khilafah). Allahhumasyhad, fainna qad ballaghna.. (Hafidz Abdurrahman)

Tuesday, January 13, 2009

Resolusi 1860 Bukti Nyata Pengecutnya Para Penguasa Negeri Islam

بسم الله الرحمن الرحيم

RESOLUSI 1860 BUKTI NYATA PENGECUTNYA PARA PENGUASA NEGERI ISLAM;

Mereka Tidak Hanya Menghinakan Gaza dengan Tentara Mereka, Justru Gaza Mereka Serahkan kepada Yahudi melalui Resolusi PBB

Pagi hari ini, Resolusi DK PBB No. 1860 tentang serangan biadab terhadap Jalur Gaza telah dikeluarkan. Dalam redaksinya telah digunakan substil politik yang busuk, yang sebelumnya telah digunakan dalam Resolusi PBB No. 242, setelah serangan tahun 1967 M. Pada saat itu dinyatakan, “Harus menarik diri dari tanah…” padahal seharusnya, “Menarik diri dari seluruh tanah.” Tujuannya agar tetap menyisakan ruang untuk negara Yahudi menduduki wilayah yang dikehendakinya!

Begitulah Resolusi ini, yang tidak secara tegas menyatakan, “Harus menarik diri dari Gaza…” sebaliknya hanya menyatakan, “Harus menghentikan pertempuran (gencatan senjata)” yang berujung pada penarikan diri. Tetapi kapan dan bagaimana itu bisa terjadi? Lalu, bagaimana dengan Resolusi yang sengaja masih diliputi kekaburan untuk menghentikan serangan Yahudi, di mana Yahudi tetap tidak akan menghentikan serangan, meski sudah ada sejumlah resolusi yang jauh lebih keras dan tegas?!

Sekalipun sejumlah Resolusi DK PBB tidak pernah bisa menyelesaikan masalah, bahkan sudah sangat banyak resolusi-resolusi seperti ini yang tidak dilaksanakan oleh negara Yahudi… Namun, AS dan sekutunya tetap saja menolak dikeluarkannya resolusi apapun dari DK PBB. Semuanya itu agar bisa memberikan kemudahan yang cukup bagi negara Yahudi untuk menumpahkan darah dalam serangan biadabnya terhadap Gaza, hingga negara Yahudi itu bisa mewujudkan tujuannya.

Karena mengikuti dan membebek kepada AS, para penguasa negeri Muslim itu pun benar-benar patuh pada kemauan AS, dengan senang atau terpaksa, sehingga mereka pun tidak kompak, berselisih satu sama lain, dan tidak ada kata sepakat..

Namun, setelah negara Yahudi menyaksikan perlawanan dahsyat yang harus dihadapi, dan tampak bahwa dengan operasi militernya itu negara Yahudi tidak mampu mewujudkan apa yang ditargetkan, sehingga boleh jadi masalahnya berlarut-larut, sementara pemilihan umum mereka sudah di depan mata, dan mereka pun membutuhkan kondisi “kemenangan”, baik melalui peperangan maupun perdamaian, agar pemilihan umum tersebut bisa berlangsung di sela-sela itu, saat itulah AS aktif sekali mewujudkannya untuk mereka melalui DK PBB, sehingga Condolezza Rice menjadi magnet yang luar biasa dalam bebagai pertemuan dan meeting. Dia pun menggerakkan para penguasa yang menjadi kepanjangan tangannya, sehingga mereka bergegas pergi untuk menemui DK PBB; siang malam mereka bekerja keras dengan penuh semangat.. Mereka itulah yang sebelumnya memandang perlunya membantu Gaza dengan tentara-tentara mereka dengan pandangan bak orang pingsan dari kematian. Padahal andai saja saat itu ada satu atau setengah front pertempuran di sana yang dibuka oleh para penguasa itu, pasti entitas Yahudi itu akan rontok, atau bahkan lenyap tak berbekas..

Melalui resolusi ini, sebenarnya para penguasa (goodfather) itulah yang mewujudkan kepentingan Yahudi yang justru tidak bisa diwujudkan melalui serangan biadab mereka. Resolusi itu akan tetap melanggengkan tentara Israel di Gaza, dan memastikan blokade terhadap Jalur Gaza tetap berlangsung dari sejumlah faktor yang bisa menguatkan dan mempersenjatai mereka. Jangan tertipu dengan penjelasan yang dibungkus dengan indah, tentang dibukanya blokade makanan dari mereka.

Untuk mensosialisasikan resolusi ini, AS sengaja abstain, agar tampak bahwa AS seolah-olah tidak berada di belakang resolusi tersebut, sehingga para penguasa itu pun bisa menunjukkan kemenangan gemilang yang jauh dari pengaruh AS. Mereka sesungguhnya bohong. Setiap orang yang berakal dan mempunyai kesadaran politik pasti tahu, bahwa andai saja AS tidak berada di belakangnya, pasti AS sudah memveto resolusi tersebut.

Wahai seluruh kaum Muslim:

Sungguh tepat sekali apa yang disabdakan oleh manusia jujur dan terpercaya, Nabi saw.:

«إِذَا لَمْ تَسْتَحِ فَاصْنَعْ مَا شِئْتَ»

“Jika Anda sudah tidak mempunyai rasa malu, maka lakukanlah apa saja.” (H.r. Bukhari, Ibn Majah dan Ahmad)

Para penguasa itu melihat Gaza memang harus diluluhlantakkan, di mana darah-darah orang tak bersalah berhak ditumpahkan. Mereka pun tidak menggerakkan tentaranya untuk membantu Gaza. Tidak juga melepaskan satu roket pun dari peluncurnya, bahkan lebih dari itu, justru mereka menghalang-halangi relawan untuk membantu Gaza… Ironisnya, mereka justru bergegas dan berlomba-lomba untuk mengeluarkan sebuah resolusi yang menghalangi Gaza dari akses senjata dan faktor-faktor yang bisa menopang kekuatannya.. Semoga mereka dilaknat oleh Allah; bagaimana mereka sampai bisa berpaling seperti itu?

Siapa pun yang melihat entitas Yahudi, perampas Palestina, dan dia tinggal berdekatan dengan para penguasa itu, pasti tahu persis keberlangsungan eksistensi Yahudi ini benar-benar digadaikan pada keberlangsungan para penguasa itu. Merekalah yang melindunginya, jauh lebih baik daripada melindungi diri mereka sendiri. Bahkan AS dan negara-negara Barat yang lain, yang mendukung entitas ini, tidak akan mempunyai pengaruh apapun, kalau seandainya ada satu saja dari para penguasa itu orang yang waras..

Wahai kaum Muslimin:

Kami telah mengingatkan berkali-kali. Kami ulangi lagi dan kami tambahkan, bahwa siapa saja yang ingin menghancurkan entitas Yahudi dan mengembalikan Palestina secara utuh ke pangkuan negeri Islam, maka dia harus berjuang untuk mewujudkan seorang penguasa yang ikhlas, negara yang benar, yaitu Khilafah Rasyidah. Sebab, seorang imam (pemimpin) itu bagaikan perisai, di mana orang berperang di belakangnya, dan kepadanya mereka berlindung, sebagaimana yang telah disabdakan oleh Nabi saw. Pada saat itulah, negara Yahudi itu tidak akan pernah lagi ada, bahkan negara-negara Kafir penjajah yang jauh lebih kuat dan digdaya ketimbang entitas Yahudi pun akan dihinadinakan.

Allah berfirman:

إِنَّ فِي ذَلِكَ لَذِكْرَى لِمَن كَانَ لَهُ قَلْبٌ أَوْ أَلْقَى السَّمْعَ وَهُوَ شَهِيدٌ

“Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai akal atau yang menggunakan pendengarannya, sedang dia menyaksikannya.” (Q.s. Qaf [50]: 37)

13 Muharram 1430 H

9 Januari 2009 M

Hizbut Tahrir