Thursday, December 4, 2008

Khutbah Idul Adha 1429 H Berkorban Demi Tegaknya Islam

بسم الله الرحمن الرحيم

KHUTBAH IDUL ADHHA 1429 H

BERKORBAN DEMI TEGAKNYA ISLAM

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

الله أكبر 9×

اللهُ اَكْبَرُ كَبِيْراً وَالْحَمْدُ ِللهِ كَثِيْراً وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لاَإلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرُ، اللهُ اَكْبَرُ وِللهِ الْحَمْدُ.

اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِيْ جَعَلَ الْيَوْمَ عِيْداً لِلْمُسْلِمِيْنَ، وَوَحَّدَنَا بِعِيْدِهِ كَأُمَّةٍ وَاحِدَةٍ، مِنْ غَيْرِ الأُمَم، وَنَشْكُرُهُ عَلَى كَمَالِ إِحْسَانِهِ وَهُوَ ذُو الْجَلاَلِ وَاْلإِكْراَمِ.

أَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ أَنْتَ وَحْدَكَ لاَشَرِيْكَ لَكَ، اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَن تَشَاء وَتَنزِعُ الْمُلْكَ مِمَّن تَشَاء وَتُعِزُّ مَن تَشَاء وَتُذِلُّ مَن تَشَاء بِيَدِكَ الْخَيْرُ إِنَّكَ عَلَىَ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ وَأَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُكَ وَرَسُوْلُكَ.

الَلَّهُمَّ صَلِّ وَاُسَلِّمُ عَلَى حَبِيْبِناَ المُصْطَفَى، الَّذِّي بَلَّغَ الرِّسَالَةْ، وَأَدَّى الأَمَانَةْ، وَنَصَحَ الأُمَّةْ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ دَعاَ اِلَى اللهِ بِدَعْوَتِهِ، وَجاَهَدَ فِيْ اللهِ حَقَّ جِهاَدِهِ.

اَمَّا بَعْدُ: عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ!

Allahu Akbar 3x Walillahil Hamd

Kaum Muslim rahimakumullah:

Hari ini, umat Islam di seluruh dunia telah disatukan oleh Allah sebagai satu umat. Mereka merayakan hari Raya Idul Adhha bersama-sama sebagai umat Islam, bukan sebagai bangsa Arab, Afrika, Eropa, Amerika, Australia maupun Asia. Mereka merayakan hari agung dan suci ini sebagai satu umat, yang diikat oleh akidah yang sama, yaitu akidah Islam. Dan diatur dengan hukum yang sama, yaitu hukum Islam.

Namun sayangnya, kesatuan mereka sebagai umat ini hanya sesaat. Sebab, begitu mereka selesai mengerjakan shalat Idul Adhha, kesatuan itu pun sirna. 1,4 milyar umat Islam yang kini tengah merayakan Idul Adhha itu pun kembali menjadi buih, dan tidak berdaya menghadapi penistaan demi penistaan yang terus menghampiri mereka.

Lihatlah, untuk menjaga kehormatan dan kesucian Nabi Muhammad dan keluarga baginda, yang terus-menerus dihina dan dinistakan saja mereka tidak mampu. Paling-paling mereka hanya bisa mengutuk, mengecam, memprotes atau menuntut agar penguasa negeri kaum Muslim itu menyeret dan mengadili pelakunya. Tetapi, apakah seruan itu pernah didengarkan? Tentu saja tidak. Karena para penguasa mereka tidak pernah menjadi penjaga agama mereka. Tidak pernah menjadi pembela kehormatan Nabi mereka. Bahkan, menjadi penjaga wilayah mereka sendiri pun tidak. Sebaliknya, mereka malah bahu-membahu dengan kaum Kafir penjajah agar bisa menduduki dan menguras kekayaan alam negeri-negeri mereka.

Lihatlah, andai bukan karena bantuan para penguasa yang berkhianat kepada Allah, Rasul-Nya dan seluruh umat Islam, tentu AS dan sekutunya tidak akan bisa menduduki Irak dan Afganistan. Israel juga tidak akan bisa terus-menerus mengangkangi tanah suci Palestina, yang diberkati oleh Allah. Pakistan juga tidak bisa diobrak-abrik dan diobok-obok oleh AS; sehingga AS, dengan leluasa menjalankan operasi penculikan dan pembunuhan orang-orang yang dianggap bisa mengancam eksistensinya. Allahu akbar.

Pertanyaannya, sampai kapan kondisi ini akan terus begini? Apa yang menyebabkan kondisi umat yang dinyatakan oleh Allah sebagai umat terbaik ini begitu menyedihkan?; sampai seluruh kehormatan mereka dinodai di depan mata mereka, siang dan malam, mereka pun tak kuasa membelanya.

Allahu Akbar 3x wa Lillahil hamd

Kaum Muslim rahimakumullah:

Kondisi ini sudah diisyaratkan oleh baginda Rasulullah saw. Dalam sabdanya, 14 abad yang lalu, baginda menyatakan:

«يُوشِكُ الأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى الأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا، فَقَالَ قَائِلٌ وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ، قَالَ بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ وَلَيَنْزَعَنَّ اللَّهُ مِنْ صُدُورِ عَدُوِّكُمْ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ وَلَيَقْذِفَنَّ اللَّهُ فِي قُلُوبِكُمْ الْوَهْنَ، فَقَالَ قَائِلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الْوَهْنُ قَالَ حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ»

“Nyaris saja umat-umat itu mengerumuni kalian sebagaimana mereka mengerumi makanan di atas nampan. Ada yang bertanya, ‘Apakah karena jumlah kita yang saat itu memang sedikit?’ Baginda Nabi menjawab, ‘Tidak. Justru kalian ketika itu jumlahnya banyak, tetapi kalian ibaratnya seperti buih yang diombang-ambingkan gelombang. Allah benar-benar akan mencabut dari dada-dada musuh kalian perasaan segan terhadap diri kalian. Sementara Allah benar-benar akan tanamkan ke dalam benak kalian penyakit wahn.’ Ada yang bertanya, ‘Apakah penyakit wahn itu, wahai Rasulullah?’ Baginda menjawab, ‘Mencintai dunia, dan takut akan kematian.’” (H.r. Ahmad dan at-Tirmidzi)

Penyakit wahn inilah yang menjangkiti umat Islam, sehingga mereka kehilangan haibah (wibawa), sebaliknya mereka justru menjadi penakut dan pengecut. Bandingkan dengan sikap generasi emas terdahulu, sebagaimana yang ditunjukkan oleh sikap Khalid bin Walid terhadap Hurmuz:

«أَمَّا بَعْدُ، أَسْلِمْ تَسْلَمْ، وَأَعْقِدُ لِنَفْسِكَ وَلِقَوْمِكَ الذَِّمَّةَ، وَأُقَرِّرُ بِالْجِزْيَةِ، وَإِلاَّ فَلاَ تَلُوْمَنَّ إِلاَّ نَفْسَكَ، فَقَدْ جِئْتُكَ بِقَوْمٍ يُحِبُّوْنَ الْمَوْتَ كَماَ تُحِبُّوْنَ الْحَيَاةَ»

“Amma ba’du, masuk Islamlah kamu, maka kamu pun akan selamat. Aku telah mengikatkan jaminan untuk dirimu dan kaummu. Aku juga telah menetapkan jizyah. Jika kamu tidak mau, maka jangan sekali-kali menyesal, kecuali meratapi dirimu sendiri. Aku sungguh telah membawa kepadamu suatu kaum yang lebih mencintai kematian, sebagaimana kalian mencintai kehidupan.”

Allahu Akbar, itulah rahasia kekuatan dan haibah (wibawa) pasukan Khalid bin Walid, generasi emas yang pernah dilahirkan oleh baginda Rasulullah saw. Inti dari kekuatan mereka adalah kesediaan mereka untuk berkorban. Mengorbankan apa saja yang mereka miliki; harta, keluarga, bahkan jiwa dan raga mereka. Dengan pengorbanan itulah mereka begitu menikmati kematian, sebagaimana orang-orang Kafir menikmati kehidupan. Tidak ada rasa takut dan gentar sedikit pun.

Mengapa kematian itu begitu mereka rindukan? Karena, di sanalah mereka mendapatkan kebaikan di sisi Rabb-nya, jannah an-na’im (surga dengan segala kenikmatannya). Pandangan mereka nun jauh ke akhirat; pada surga dengan segala kenikmatannya, dan neraka dengan segala adzab dan siksanya, itulah yang menghidupkan hati mereka, yang membentuk ketakwaan dan ketaatan mereka kepada Allah SWT.

Allahu Akbar 3x wa Lillahil hamd

Kaum Muslim rahimakumullah:

Kisah Nabi Ibrahim dan putranya, Ismail —’alaihima as-salam— dihadirkan oleh Allah kepada kita untuk menjadi ibrah, bagaimana ketataan seorang Ibrahim dan Ismail kepada Tuhannya; yang membuat mereka dengan suka-rela mengorbankan milik mereka yang paling berharga. Ibrahim bersedia menyembelih putranya, sementara Ismail dengan rela, tanpa keberatan sedikit pun, bersedia disembelih oleh ayahandanya tercinta. Ini semua, dilakukan demi membuktikan ketaatan mereka kepada Tuhannya.

Apakah fragmen seperti ini hanya ada di dalam kisah-kisah al-Quran? Ataukah pernah ada dalam kehidupan nyata umat Islam? Ternyata, fragmen seperti itu juga telah ditunjukkan dalam kehidupan nyata umat terbaik ini. Adalah Muhaishah, sahabat Rasulullah saw. yang mengikuti perintah baginda untuk membunuh seorang Yahudi dalam sebuah peperangan. Yahudi yang dibunuhnya itu tak lain adalah pedagang yang biasa memberi pakaian kepadanya. Kakak Muhaishah, yang belum memeluk Islam, yaitu Huwaishah marah kepada Muhaishah, adiknya, seraya memukul dan menghardiknya, ”Apakah kamu membunuhnya? Demi Allah, makanan di dalam perutmu itu berasal dari hartanya.” Muhaishah pun menjawab, ”Demi Allah, sekiranya orang yang memerintahkan aku untuk membunuhnya, memerintahkan aku untuk membunuhmu, pasti aku akan penggal lehermu.” Huwaishah bertanya lagi dengan nada heran, ”Demi Allah, kalau Muhammad memerintahkan kamu membunuhku, kamu akan membunuhku?” Muhaishah menjawab dengan tegas, ”Benar.” Padahal, mereka adalah kakak-beradik. Allahu Akbar. Inilah manifestasi ketaatan yang mereka tunjukkan. Inilah ketaatan generasi emas para sahabat Rasulullah saw.

Allahu Akbar 3x wa Lillahil hamd

Kaum Muslim rahimakumullah:

Jika pada yaum Nahr (hari berkurban) ini, menyembelih hewan kurban di tanah suci bagi jamaah haji, pahalanya oleh Allah dihitung sebanyak tiap helai bulunya, maka bagaimana dengan pengorbanan total yang kita berikan kepada Allah sebagai manifestasi dari ketaatan kita dalam perjuangan untuk mengembalikan kehidupan Islam?

Jika hari ini, jamaah haji yang tengah mengenakan pakaian ihram harus rela menahan sengatan panas matahari, sejak di Arafah, Muzdalifah sampai ke Mina, dengan keringat dan bau badan yang mengalir dari tubuh mereka, dan terhadap semuanya itu mereka dilarang untuk menutup kepala dan memakai wangi-wangian, karena kelak Allah akan membangkitkan mereka sebagai orang yang memenuhi panggilan-Nya (mulabbiyah). Jika karena ketaatannya, jamaah haji mendapatkan kemuliaan yang luar biasa, maka bagaimana dengan para pengemban dakwah, yang menghabiskan waktunya untuk berdakwah, berjalan di bawah terik matahari, siang-malam hidupnya untuk melakukan kontak dakwah, hari-harinya dihabiskan di perjalanan, hartanya pun habis dibelanjakan di jalan Allah, tentu mereka akan mendapatkan kemuliaan yang jauh luar biasa. Karena mereka bukan hanya menjalankan ketaatan untuk diri mereka sendiri, sebagaimana jamaah haji, tetapi ketaatan yang juga bisa ditebarkan kepada orang lain. Itulah kehidupan para pengemban dakwah. Pantaslah, jika karena jerih payahnya itu, apa yang mereka lakukan dinyatakan oleh Nabi lebih baik daripada terbitnya matahari dan bulan. Allahu Akbar 3x.

Inilah buah dari pengorbanan yang lahir dari ketaatan, ketakwaan dan pandangan jauh ke akhirat itu. Orang-orang yang taat ketika dipanggil oleh Allah, Rabb mereka, mereka pun menjawab:

«لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ لَبَّيْكَ لا شَرِيكَ لَكَ لَبَّيْكَ»

”Hamba datang memenuhi panggilan-Mu. Ya Allah, hamba datang memenuhi panggilan-Mu. Hamba datang memenuhi panggilan-Mu, tiada sekutu bagi-Mu.”

Bagi mereka, tidak ada kata lain, kecuali: Sami’na wa atha’na; kami dengar, dan kami taat. Mereka tidak lagi memilih-milih, karena tidak lagi ada pilihan bagi mereka di hadapan perintah dan larangan Allah, kecuali patuh. Allah berfirman:

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْراً أَن يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَن يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالاً مُّبِيناً ﴿٣٦﴾

”Dan tidaklah layak bagi orang Mukmin laki-laki maupun bagi orang Mukmin perempuan, jika Allah dan rasul-Nyat telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) dalam urusan mereka. Barangsiapa mendurhakai Allah dan rasul-Nya, maka sungguhlah dia telah sesat, dengan kesesatan yang nyata.” (Q.s. al-Ahzab [33]: 36)

Allahu Akbar 3x wa Lillahil hamd

Kaum Muslim rahimakumullah:

Marilah kita jujur, apakah sikap kita sudah seperti itu? Apakah kita telah memiliki ketaatan total kepada Allah dan Rasul-Nya? Sudahkah kita mentaati Allah SWT dan Rasul-Nya dalam setiap perintah dan larangan-Nya?

Ketika Allah memerintahkan kita shalat, kita segera melaksanakannya. Ketika memerintahkan kita berpuasa, kita juga segera melaksanakannya. Ketika kita dilarang memakan Babi, kita pun segera meninggalkannya. Lalu, mengapa ketika Allah memerintahkan kita untuk menerapkan hukum-hukum-Nya, kita abai? Mengapa ketika Allah memerintahkan kita melaksanakan sistem ekonomi berdasarkan hukum-hukum-Nya, kita tidak menunaikannya? Begitu pun ketika Allah memerintahkan kita melaksanakan sistem pemerintahan berdasarkan hukum-hukum-Nya, kita tidak melaksanakannya? Bukankah kita tahu, bahwa hanya dengan hukum-hukum-Nya kehidupan kita akan menjadi lebih baik, dan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat? Bukankah kita juga tahu, bahwa tanpa sistem pemerintahan Islam yang mampu mempersatukan umat, yakni Khilafah Islamiyah, umat ini menjadi lemah dan hina? Mereka tidak berdaya membela kehormatan mereka.

Mengapa dan mengapa, seruan-seruan Allah itu tidak segera dilaksanakan? Di manakah keataan total kita kepada Allah SWT, yang menciptakan kita, dan yang menghidupkan dan mematikan kita? Layak kah dengan sikap seperti itu kita mendambakan kemuliaan dan kehormatan. Layak kah dengan sikap seperti itu, kita menjadi umat yang disegani oleh kawan dan lawan? Bukankah dengan sikap seperti itu, kita justru telah menghinakan diri kita sendiri.

Lihatlah, kondisi politik, ekonomi, militer, sosial, budaya dan semua bidang kehidupan umat Islam saat ini. Semuanya dalam kondisi yang terpuruk. Kehidupan mereka dikuasai, dikontrol, disetir dan dijajah oleh musuh-musuh mereka. Kita hanya jadi pengekor yang tunduk dan patuh kepada orang-orang Kafir penjajah. Lihatlah, berapa ratus triliun rupiah telah dihabiskan untuk melaksanakan sistem demokrasi, yang nyatanya tidak membawa kebaikan bagi kehidupan mereka. Lihatlah ide-ide HAM, liberalisme, sekularisme, kapitalisme, dan segala isme-isme yang lain, yang jelas bertentangan dengan Islam, justru diterapkan oleh umat ini, karena mengekor orang-orang Kafir penjajah? Kita rela tunduk dan patuh kepada musuh Allah, Rasul-Nya dan orang Mukmin, sebaliknya rela mengkhianati Allah SWT dan Rasul-Nya. Jadilah kita umat yang hina. Terpuruk dalam kenistaan, kemiskinan, dan kebodohan. Jadilah kita korban keserakahan mereka hingga nyawa pun tidak ada harganya. Nyawa umat Islam begitu murah. Justru ketika Nabi telah menitahkan dalam Haji Wada’:

«فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ بَيْنَكُمْ حَرَامٌ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا فِي شَهْرِكُمْ هَذَا فِي بَلَدِكُمْ»

”Sesungguhnya darah kalian, harta dan kehormatan kalian adalah merupakan kemuliaan bagi kalian, sebagaimana kemuliaan hari ini, di bulan ini dan di negeri ini.”

Tapi, lihatlah apa yang terjadi di Palestina, Irak, Afghanistan, Kashmir, Moro, Pattani dan tempat lainnya menjadi bukti. Yang lebih menyedihkan lagi adalah kita masih tetap bergelimang dalam murka-Nya, karena dosa-dosa kita. Inilah kondisi terburuk umat Islam sepanjang sejarah.

Allahu Akbar 3x wa lillahil hamd

Kaum Muslim rahimakumullah,

Marilah kita tengok kondisi kaum Muslim di dalam negeri. Di negeri yang mayoritas penduduknya Muslim ini, hanya tersisa banyaknya jumlah saja. Bagaimana mungkin kita bangga sebagai Muslim kalau melarang dan membubarkan Ahmadiyah yang jelas sesat dan kafir saja tidak bisa? Apa yang tersisa dari identitas Islam kita, kalau melarang pornografi dan pornoaksi saja tidak bisa? Orang menikah dengan cara yang sah diteriaki, dihujat dan dikriminalkan; sementara orang yang berzina dan kumpul kebo dibiarkan. Ketika anak gadis kecil menikah, dipersoalkan karena dianggap mengambil haknya sebagai anak, tetapi ketika seorang perempuan rela hidup serumah tanpa tali pernikahan, tidak pernah dikatakan dilanggar hak keperempuan, hak keisterian dan hak pernikahannya. Inilah paradok perjuangan para pejuang HAM dan aktivis feminis. Belum lagi problem kemaksiatan lain, seperti korupsi, pembunuhan tanpa hak, perjudian, narkoba, suap, pemurtadan, praktik ekonomi ribawi, politik oportunistik yang tumbuh sebagai kejahatan sistemik. Maksiat yang terbesar adalah ditinggalkannya syariah Islam sekaligus diterapkannya hukum Kufur hingga menjadikan semua kaum Muslim di negeri ini telah maksiat berjamaah. Seolah kita pun tidak takut lagi, bahwa fitnah itu akan menyapu bersih siapa pun yang hidup di negeri penuh maksiat ini, tanpa kecuali, sebagaimana yang diingatkan oleh Allah:

وَاتَّقُواْ فِتْنَةً لاَّ تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُواْ مِنكُمْ خَآصَّةً وَاعْلَمُواْ أَنَّ اللّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ ﴿٢٥﴾

”Takutlah kalian terhadap fitnah yang sekali-kali tidak hanya akan menimpa orang yang zalim di antara kalian saja. Ketahuilah, sesungguhnya Allah Maha Keras siksa-Nya.” (Q.s. al-Anfal [08]: 25)

Allahu Akbar 3x walillahil hamd.

Kaum Muslim rahimakumullah.

Kita telah menyaksikan semuanya itu dengan mata kepala kita. Belum cukupkah semua keburukan dan kehinaan ini mendera kita? Masihkah kita berharap pada keburukan dan kehinaan lain yang lebih buruk lagi? Padahal Allah telah menjadikan kita umat paling mulia. Lalu di manakah kemuliaan kita sekarang?

Tidak ada lagi solusi bagi semua kehinaan dan kesengsaran kita itu, kecuali dengan kembali kepada Islam, dengan menerapkan Islam secara kaaffah. Itulah yang menjadi penentu kemuliaan kita, sebagiamana dahulu Rasulullah saw. dan para sahabatnya —radhiyallahu ’anhum— telah meraihnya. Demikian pula khulafaur rasyidin, dan generasi-generasi setelahnya.

Wahai kaum Muslim, kini Allah memanggil kita, menuntut ketaatan total kita kepada-Nya. Ketaatan itu menuntut kita untuk berkorban; mengorbankan apa saja yang kita miliki demi menggapai ridha-Nya. Hanya dengan pengorbanan demi ketaatan itulah, kita akan meraih kembali kemuliaan hidup kita, baik di dunia maupun di akhirat. Dan, itu semua, wahai kaum Muslim, hanya bisa diwujudkan jika hidup kita diatur dengan syariah-Nya di bawah naungan Khilafah Rasyidah ’ala Minhaj an-Nubuwwah.

Inilah saatnya kita berkorban. Tampil ke depan membawa panji-panji Islam. Berjuang dengan segenap daya dan kemampuan menyonsong kemengan yang dijanjikan oleh Allah dan Rasul-Nya. Hari ini kita diperintahkan berkurban, yang semestinya menjadi ibrah, dalam memberikan pengorbanan klita yang lain. Tidak hanya berhenti pada penyembelihan kambing, sapi, atau unta. Namun pengorbanan harta, waktu, jiwa dan raga kita demi tegaknya agama Allah di muka bumi. Ingatlah, wahai kaum Muslim, bahwa untuk itulah Nabi bersumpah tidak akan pernah mundur walau selangkan, sampai Islam menang atau baginda saw. binasa:

«وَاَللّهِ لَوْ وَضَعُوا الشّمْسَ فِي يَمِينِي، وَالْقَمَرَ فِي يَسَارِي عَلَى أَنْ أَتْرُكَ هَذَا الأَمْرَ حَتّى يُظْهِرَهُ اللّهُ أَوْ أَهْلِكَ فِيهِ مَا تَرَكْتُهُ».

”Demi Allah, andai saja mereka bisa meletakkan matahari di tangan kananku, dan bulan di tangan kiriku, (lalu mereka minta) agar aku meninggalkan urusan (agama) ini, maka demi Allah, sampai urusan (agama) itu dimenangkan oleh Allah, atau aku binasa di jalannya, aku tetap tidak akan meninggalkannya.” (Hr. Ibn Hisyam)

Karena itu pula, Rasulullah saw. tidak sekadar menyampaikan risalah, tetapi juga menerapkan risalah itu dalam kehidupan nyata, sehingga baginda dinobatkan sebagai Kepala Negara Islam pertama. Negara yang baginda wariskan itulah yang disebut sebagai Khilafah, dan kepala negaranya, disebut dengan Khulafa’ (jamak dari Khalifah). Namun sayang, negara itu kini telah tiada, setelah dihancurkan oleh kaum Kafir penjajah, Inggris dan sekutunya, bekerjasama dengan Kamal Attaturk, la’natu-Llah wa al-malaikah wa ar-Rasul wa an-nas ajma’in.

Padahal, dengan Khilafah itulah kaum Muslim pernah hidup mulia. Dunia pun aman, damai, dan sejahtera di bawah naungannya selama puluhan abad. Kini, setelah Khilafah tidak ada dan dunia tengah menghadapi krisis global, Khilafah pun menjadi kebutuhan mendesak bagi seluruh umat manusia. Karenanya, Khilafah bukan saja cita-cita perjuangan kaum Muslim, tetapi juga seluruh umat manusia. Di saat kapitalisme sudah berada di ujung tanduk, maka kembalinya Khilafah sudah di depan mata. Sekarang tinggal kita; apakah kita akan menjadi pejuang atau pecundang? Menjadi pejuang, atau sekadar menjadi penonton? Sesungguhnya, penerapan syariah dalam naungan Khilafah, merupakan kewajiban setiap Muslim, sekaligus merupakan wujud mengurbanan hakiki kita dalam meraih kemuliaan dan keridloan Allah SWT.

Akhirnya, marilah kita berdoa semoga Allah SWT memberi kita kesabaran dan kekompakan, serta memungkinkan kita berperan penting dalam upaya menegakkan dan memperjuangkan negara Khilafah.

اَللّهُمَّ صَلِّى وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَ اَصْحَابِهِ والحمد لله رب العالمين.

اللّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانَا صِغَارًا، أَللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اَْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ ،

اَللّهُمَّ يَا مُنْـزِلَ الْكِتَابِ وَمُجْرِيَ الْحِساَبِ وَمُحْزِمَ اْلأَحْزَابِ اِهْزِمِ اْليَهُوْدَ وَاَعْوَانَهُمْ والَصَلِّيْبِيِّيْنَ الظَّالِمِيْنَ وَاَنْصَارَهُمْ وَالرَّأْسُمَالِيِّيْنَ وَاِخْوَانَهُمْ وَ اْلإِشْتِرَاكَيِّيْنَ وَالشُيُوْعِيِّيْنَ وَاَشْيَاعَهُمْ وَنَسْأَلُكَ اللَّهُمَّ تَحْرِيْرَ بِلاَدِ فَلَسْطِيْنِ وَاْلأَقْصَى، وَالْعِرَاقِ، وَالشَّيْشَانَ، وَأَفْغَانِسْتَانَ، وَسَائِرِ بِلاَدِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ نُفُوْذِ الْكُفَّارِ الْغَاصِبِيْنَ وَالْمُسْتَعْمِرِيْنَ.

اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَ التُّقَى وَ الْعَفَافَ وَالْغِنَى نَاتِجَةً مِنْ صِيَامِنَا وَ اجْعَلْهُ شَافِعًا لَنَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ.

اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ دَوْلَةَ الْخِلاَفَةِ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ تُعِزُّ بِهَا اْلإِسْلاَمَ وَاَهْلَهُ وَتُذِلُّ بِهَا الْكُفْرَ وَاَهْلَهُ، وَ اجْعَلْناَ مِنَ الْعَامِلِيْنَ الْمُخْلِصِيْنَ بِإِقَامَتِهَا بِإِذْنِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.

اَللَّهُمَّ أنْجِزْ لَنَا مَا وَعَدَنَا عَلَى رَسُوْلِكَ مِنْ عَوْدَةِ الْخِلاَفَةِ الرَّاشِدَةِ عَلَى مِنْهَاجِ نَبِيِّكَ، وَاجْعَلْنَا، وَذُرِيَّاتِنَا مِمَّنْ أَقَامَهَا بِأَيْدِيْنَا..

رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَاِنْ لَمْ تَغْفِرْلَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّا مِنَ الْخَاسِرِيْنَ، اَللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنَّا دُعَائَنَا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ وَتُبْ عَلَيْنَا اِنَّكَ اَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ.

رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا اِنْ نَّسِيْنَآ أَوْ اَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَآ اِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْلَنَا وَارْحَمْنَا اَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَاِفِرِيْنَ

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ، وَسُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.

اللهُ أَكْبَرْ اللهُ أَكْبَرْ اللهُ أَكْبَرْ وَللهِ الْحَمْدُ

والسلام عليكم ورحمة الله وبركات

Rontoknya Kapitalisme, Kini Khilafah tinggal Selangkah!

HTI-Press. Krisis keuangan global yang terjadi hingga detik ini belum menunjukkan tanda-tanda reda. Krisis yang dipicu oleh kredit macet di bidang properti (subprime mortgage) di AS itu kini menjalar ke mana-mana. Di negeri asalnya, rangkaian krisis tersebut sudah berlangsung sejak 147.708 nasabah KPR gagal bayar pada April 2007. Meningkat menjadi 239.851 nasabah pada Agustus tahun yang sama, dan naik lagi pada Agustus tahun berikutnya menjadi 303.879 nasabah. Korban pertama dari kredit macet tersebut adalah dua hedge fund (pengelola dana investasi) yang dikelola oleh Bear Stearns. Perusahaan tersebut ambruk pada Juli 2007. Disusul kemudian dengan ambruknya Morgan Stanley pada November 2007, dan meruginya bank-bank global senilai 55 miliar dolar AS. Sekalipun perusahaan milik Uni Emirat Arab telah menyuntikkan 9,5 miliar dolar AS ke Citigroup, namun tetap tidak mampu menyelamatkan keadaan. Tidak hanya itu, Cina pun menyuntikkan 5 miliar dolar AS ke Morgan Stanley, termasuk Temasek Holding Singapura juga melakukan hal yang sama ke Merrill Lynch. Bahkan hutang-hutang bermasalah itu sudah dihapus oleh bank-bank global (seperti Citigroup, UBS dan HSBC), yang nilainya mencapai 300 miliar dolar AS, pada Januari-Februari 2008.

Semua itu rupanya belum membuahkan hasil, hingga kaum Kapitalis yang mempunyai keyakinan negara tidak boleh intervensi pun terpaksa mengingkari keyakinannya sendiri. Adalah Inggris yang pertama kali menasionalisasi bank swasta, Northern Rock, 17 Februari 2008. Diikuti oleh Amerika dengan menasionalisasi perusahaan pembiayaan sektor properti, Fannie Mae dan Freddie Mac, 13 Juli 2008. Namun, rupanya pemerintah AS tidak mampu mengakuisisi semua perusahaan bermasalah. 15 September 2008, Lehman Broters Holdings Inc terpaksa dibiarkan ambruk. Setelah itu, 3 Oktober 2008 yang lalu, DPR AS menyetujui paket penyelamatan yang diajukan oleh Menkeu AS, Henry Paulson, dengan mengeluarkan dana talangan 700 miliar dolar AS.

Krisis kali ini memang luar biasa. Krisis yang terjadi di AS itu menimbulkan efek domino bagi perekonomian dunia. Negara-negara Eropa pun terkena getahnya, karena itu empat negara besar Perancis, Jerman, Inggris dan Italia pun mengadakan pertemuan darurat guna mengkaji sistem moneter mereka. Bahkan, 10 Oktober 2008, Rusia mengajukan proposal aliansi Eropa-Rusia anti AS. Efek domino itu kini secara kasat mata menerjang perekonomian Indonesia. Ini terlihat dari anjloknya bursa saham dan pasar uang Indonesia, yang mengakibatkan penutupan BEI (Bursa Efek Indonesia) sejak Rabu, 8 Oktober lalu, setelah terjadi penurunan indeks yang besar, yaitu 10,30 persen. Selain itu, krisis tersebut juga menyebabkan turunnya ekspor dan berkurangnya arus modal masuk, yang menyebabkan kurs rupiah melemah. Inilah yang terjadi pada hari Jum’at, 10 Oktober, di mana rupiah melemah, dan diperdagangkan pada Rp. 10.300 per dolar AS. Dengan melemahnya rupiah, berarti cadangan devisa Indonesia akan menguap, karena menggunakan dolar AS. Jika rupiah melemah Rp. 9.500 per dolar saja, sekitar Rp 500 triliun aset Indonesia telah menguap begitu saja, lalu berapa aset kita yang menguap dengan kurs rupiah saat ini?

Namun sayang, krisis yang terjadi ini tetap tidak mampu membuka mata hati dan pikiran para penguasa negeri ini. Meski Presiden menyatakan, bahwa kita harus menghadapi krisis ini dengan tenang dan rasional, namun langkah-langkah yang dilakukan pemerintah justru menunjukkan kepanikan dan tidak rasional. Bagaimana tidak, sehari setelah mengumumkan BEI akan dibuka (9/10), ternyata dengan alasan beredar rumor tidak sehat, besoknya (10/10) keputusan itupun dibatalkan. Belum lagi kebijakan buyback saham BUMN, yang ternyata lebih menguntungkan asing. Karena 600.000 pemain saham di bursa saham, 60 persennya adalah pemain asing. Dengan kata lain, jika uang BUMN itu digunakan untuk bailout, maka yang diuntungkan jelas bukan Indonesia, melainkan pihak asing. Lalu di mana rasionalnya?

Meski dalam berbagai kesempatan Presiden dengan jajarannya selalu mengatakan, bahwa krisis keuangan ini tidak identik dengan krisis ekonomi, namun fakta krisis tahun 1997-1998 juga membuktikan hal yang sama, dan disebabkan oleh faktor yang sama: bursa saham, bank konvensional, mata uang dan perseroan terbatas (PT). Bursa saham ada dan berkembang karena adanya PT yang menjual saham, obligasi dan surat berharga lainnya di pasar modal. Di pasar inilah bisnis non-riil dan segala bentuk spekulasi dan penipuan terjadi. Sementara bank konvensional, dengan sistem bunga ribawinya memang merupakan bisnis yang sangat menggiurkan, meski faktor spekulasi dan resikonya juga sangat tinggi. Hal yang sama juga terjadi pada mata uang, ketika cadangan yang digunakannya bukan emas dan perak, melainkan mata uang negara lain. Inilah yang menyebabkan terjadinya fluktuasi kurs tukar mata uang, yang juga bisa berdampak pada menguapnya cadangan devisa negara. Kondisi ini diperparah dengan privatisasi kekayaan milik umum dan negara, yang menyebabkan hilangnya kekayaan yang seharusnya bisa menopang perekonomian rakyat dan negara.

Hizbut Tahrir sendiri telah mengingatkan berkali-kali, dan menyerukan para penguasa untuk berpikir rasional. Dengan cara meninggalkan Kapitalisme dan kembali kepada syariat Islam. Tahun 1997, Hizbut Tahrir telah mengeluarkan booklet, Hazzat al-Aswaq al-Maliyah: Asbabuha wa Hukm as-Syar’i fi Hadzihi al-Asbab (Goncangan Pasar Modal: Sebab dan Hukum Syara’ terkait dengan Sebab ini), yang diterjemahkan dan diterbitkan di seluruh dunia. Bukan hanya itu, Hizbut Tahrir pun secara terbuka melakukan perdebatan intelektual dengan otoritas IMF tentang krisis, penyebab dan solusinya. Setelah sepuluh tahun berlalu, krisis yang sama terulang kembali. Hizbut Tahrir pun tidak lupa mengingatkan kembali kaum Muslim, khususnya para penguasa mereka, tentang hal yang sama. Namun, sayangnya mereka tidak pernah mau berpikir out of the box, keluar dari pakem Kapitalisme dan menggunakan Islam? Bahkan delegasi DPP HTI juga pernah menawarkan kajian sistem ekonomi Islam di kantor Menko Ekuin, ketika masih dijabat Aburizal Bakri, namun tawaran itu pun tak penah mendapatkan sambutan.

Momentum ini seharusnya menyadarkan kita, bahwa hanya Islam-lah satu-satunya ideologi yang bisa menyelamatkan dunia. Inilah saatnya Islam memimpin dunia, dan kepemimpinan itu pun akan hadir kembali dengan berdirinya Khilafah. Kini, umat pun semakin yakin, bahwa tidak ada harapan lagi, kecuali kepada Islam, setelah runtuhnya Sosialisme-Komunisme, dan rontoknya ekonomi Kapitalisme. Maka, the chalipate dream bukan hanya mimpi umat Islam, apalagi Hizbut Tahrir, tetapi telah menjadi mimpi dunia. Mimpi itu pun tinggal selangkah. Semoga. (KH. Hafidz Abdurrahman)

Masya Allah, 153 Pasang Siap Dinikahi Secara Kristen

ImageUstadz H Murhali Barda
Front Anti Pemurtadan Bekasi

Kasus pemurtadan berkedok sosial Mahanaim, “Bekasi Berbagi Bahagia” (B3) terus bergulir. Umat Islam dari berbagai elemen bersatu, bahu membahu menyelamatkan saudaranya dari aksi pemurtadan. Ihwal B3, ada bantahan dari pihak Mahanaim, bahwa B3 merupakan murni kegiatan sosial.

Bahkan pernikahan massal juga mengakomodasikan semua agama. Yayasan Mahanaim, klaimnya merupakan yayasan sosial yang tidak berlandaskan agama tanpa ada pembatasan jumlah orang dan bebas biaya apa pun. Benarkah begitu, berikut hasil investigasi dari Font Anti Pemurtadan Masyarakat Bekasi yang terungkap dari wawancara Eman Mulyatman dengan Ustadz H Murhali Barda, Aktivis Front Anti Pemurtadan Bekasi:

Bagaimana perkembangannya?
Alhamdulillah, B3 sudah dibatalkan. Hasil penelusuran terakhir kami ada 153 pasang. Bayangkan 153 pasang pengantin yang siap dinikahkan massal. Belum lagi ada 40 yang datanya masih di tangan mereka.

Bisa cerita, bagaimana Anda mendapatkan data itu?
Atas karunia Allah SWT, ternyata umat Islam Bekasi sangat peduli. Terbukti dari berbagai elemen bersatu menghadapi aksi pemurtadan Mahanaim ini. Ketika ada seruan untuk menyelidiki aksi Mahanaim dengan B3-nya, dari sana-sini langsung berebut memberi laporan. Hari Ahad, 30/11, kita menemukan aksi ini di empat titik; Bantar Gebang, 2 di Pekayon dan Cikunir.

Jadi responnya masyarakat besar ya?
Warga berbicara dengan ketua RT setempat. Alhamdulillah mereka paham bahwa ini aksi pemurtadan. Terus mereka langsung bergerak bersama membubarkan. Awalnya Mahanaim ngotot bertahan, tapi akhirnya mengalah. Bubar.
Malam itu juga, kami menelepon Pak Walikota Bekasi Mochtar Mohammad yang sedang menunaikan ibadah haji. Dia merespon, “Saya minta maaf, karena semua itu tidak ada dalam proposal rangkaian acara, izinnya cuma potong tumpeng,” katanya dari ujung telepon.

Soal pernikahan massal itu bagaimana?
Rencananya, tanggal 6 Desember akan dilaksanakan. Kami yang berjenggot ini tidak bisa masuk. Alhamdulillah, Pak Kosim, bisa negosiasi dengan pihak Mahanaim dan mendapatkan data 153 pasangan yang siap menikah massal. Tapi, masih ada 40 pasang lagi yang terdata dan belum kami dapatkan.

Siapa saja yang menemani Pak Kosim?
Pak Kosim mengaku sebagai wakil dari Masyarakat, bukan MMI, FPI atau FBR.”Terima kasih pada bapak-bapak di Mahanaim karena telah peduli. Tapi jangan memancing di kolam orang lain. Jangan membaptis orang Islam,” kata Pak Kosim. Lalu Pak Kosim keesokan harinya disuruh datang untuk mengambil data itu. Ternyata yang mengumpulkan data itu dari pengurus Rt masing-masing. Mereka dikibuli, (ditipu) dan mereka merasa ini adalah instruksi karena ada cap dari walikota. Mereka menunggangi penguasa. Di lokasi pertemuan itu sudah dikelilingi aparat dari TNI, Polisi. Menurut laporan ada juga beberapa preman.

Selanjutnya dibawa ke mana data itu?
Kami berkoordinasi dengan Departemen Agama. Sementara menunggu validasi kata orang Depag. Saya sempat kesal karena ini situasi emergency. Depag Harus memfasilitasi karena ini sudah menjadi tanggung jawab negara.

Perlu Dana besar?
Mahanaim menyediakan 500 juta. Makanya saya imbau kita untuk sama-sama urunan, patungan bersama karena mereka itu semua orang miskin. Kita perlu dana bukan hanya untuk pernikahan mereka. Masak nikah tidak perlu kado. Tapi alhamdulillah berita terakhir saya dengar Depag bersedia menangani. Pihak Depag akan meneruskan ke KUA masing-masing. (emy)

Monday, December 1, 2008

bu Tariyem: Mereka telah dapat apa yang diinginkannya selama ini, Syahid! Alhamdulillah..

LAMONGAN (Arrahmah.com) - Suasana haru menghiasi kediaman orang tua kedua mujahid yang Insya Allah telah syahid, Amrozi dan Ali Ghufron di Tenggulun. Ditambah dengan datangnya tiga burung hijau yang berputar-putar di atas rumah.

Lebih dari tujuh menit burung tersebut berputar-putar, seakan memberikan persaksian bahwa mereka adalah para syuhada. Istri dari Ali Ghufron, Ustdzh. Paridah Abbas menambahkan, dia melihat ke arah langit, tampak awan bergerak membentuk kalimat Allah saat ketiga burung tersebut datang.

Sejak semalam, sekitar pukul 22.20 lapangan yang direncanakan menjadi helipad untuk helikopter pembawa jenazah kedua syuhada (Insya Allah), Amrozi dan Ali-Ghufron, dijaga ketat oleh puluhan polisi.

Tepat pukul 23.53, ketiga mujahid akhirnya syahid (Insya Allah) di tangan toghut la'natullah. Begitulah pesan yang diterima redaksi Arrahmah.com langsung dari Ust. Ali Fauzi. Saat helikopter hendak mendarat, di kediaman ibu dari kedua mujahid (Amrozi dan Ali Ghufron) telah mengadakan prosesi persiapan penyambutan jenazah. Pagar betis pun disiapkan oleh para ikhwan yang tergabung pada Laskar Umat Islam. Pintu-pintu rumah selain akses depan di tutup rapat. Wartawan tidak diperbolehkan masuk kecuali dua orang keluarga yang boleh menggunakan kamera.

Sesuai dengan wasiat Ustadz Amrozi dan Ustadz Mukhlas, mereka meminta agar jenazahnya dibawa ke rumah dan disholatkan oleh keluarga, setelah itu dibawa untuk dishalatkan di masjid Al Muttaqin, masjid di sebelah kiri seberang rumah syuhada, yang dipimpin oleh Ulama Umat Islam yang ditunjuk apabila bersedia, dalam hal ini dipimpin oleh Ustadz Abu Bakar Ba’asyir. Kemudian dibawa ke masjid pondok Al Islam untuk memberi kesempatan kepada kaum muslimin yang mungkin belum sempat menshalatkan.

Sesaat sebelum jenazah diangkat memasuki rumah, aparat Dalmas merangsek masuk agar bisa mengikuti prosesi penyambutan datangnya jenazah. Suasana pun menjadi hiruk pikuk. Karena Laskar Umat Islam berusaha melaksanakan wasiat ustadz Amrozi dan ustadz Mukhlas agar tidak boleh ada dari pihak thoghut yang turut campur dalam proses penyelenggaraan jenazah mereka, dengan tak mengijinkan para thoghut ini ikut serta. Alhamdulillah tidak sampai 10 menit, akhirnya Laskar Islam berhasil menahan dan mengusir aparat Dalmas yang memaksa merangsek masuk tadi, untuk menjauhi pagar betis.

Di dalam rumah, kakak tertua, Ust. Khozin memberikan nasehat. Sesuai dengan wasiat kedua mujahidin, tidak boleh ada yang menjerit, melakukan nihayah, boleh menangis tetapi tidak meraung-raung atau sampai tersedu.

Jenazah yang dimasukkan pertama adalah jenazah ustadz Amrozi. Lalu pintu ditutup, untuk memberikan waktu bagi istri-istri beliau untuk mengenali apakah benar itu suaminya. Dan memberi kesempatan anggota keluarga terdekat lainnya untuk melihatnya terakhir kali. Selain keluarga Amrozi dan Mukhlas, yakni Ali Fauzi, Khozin dan anak mereka berdua. Tampak juga hadir mendampingi jenazah Amrozi, Bapak Mahendra Datta ketua TPM, dan Achmad Michdad. Setelah kurang lebih seperempat hingga setengah jam, pintu dibuka untuk memasukkan jenazah kedua, yaitu jenazah ustadz Ali Ghufron. Sama seperti sebelumnya, istri-istri ustadz Mukhlas dipersilahkan terlebih dulu untuk mengenali suaminya. Disusul dengan keluarga. Setelah itu, baru dilakukan sholat jenazah.

Koresponden Arrahmah yang berada di Tenggulun mengatakan, karena banyak keluarga yang hadir dalam rumah syuhada tersebut maka sholat janazah diselenggarakan hingga lebih dari 5 gelombang. per gelombang rata-rata berisikan 3 shaff. Alhamdulillah koresponden kami mendapat giliran pertama untuk menyalatkan jenazah berjamaah dengan istri-istri kedua mujahid. Sedang ummu Amrozi, Ibu Tariyem mensholati anak-anaknya pada giliran kedua. Beliau terlihat begitu tegar dan tersenyum. "Ya sudahlah mau apalagi? Toh mereka sudah mendapatkan apa yang mereka inginkan, menjadi syahid. InshaAllah mereka syahid. Alhamdulillah"

Bau harum semerbak bertebaran dalam ruangan. Kedua mujahid terlihat tersenyum dan wajahnya bersih, sangat bersih, serta jauh lebih tampan. Allahu Akbar!

Tak lama setelah itu dibacakan surat terbuka dari Ummu Umar (istri Imam Samudra) yang diawali dengan bismillah dan syahadah, yang menyatakan bahwa alhamdulillah Imam Samudra telah syahid dan bahwa beliau tampak tersenyum serta bau wangi tercium dari tubuh suaminya. Hal ini pun disambut dengan takbir. Allahu Akbar!

Usai disholatkan, kedua syuhada tadi pun dimakamkan di salah satu tanah milik keluarga Amrozi, yang terletak di seberang jalan pemakaman umum sang Ayah. Sungguh lautan manusia. Banyak sekali orang-orang yang hadir pada proses ini, mulai penyambutan jenazah hingga dimakamkan. Jalan penuh sekali dengan manusia, mulai dari gabungan Laskar Islam, para wartawan dan penduduk baik dari daerah tenggulun itu sendiri ataupun yang sengaja datang jauh-jauh untuk menghadiri proses tersebut, bahkan saking "uyel-uyelannya" sepeda motor tidak bisa dijalankan kecuali dengan dituntun hingga beberapa ratus meter dari rumah para syuhada tadi.

Farihiina bima aatuhumullahu min fadhlih! Sahhil Umurokum wa a`dhomallahu ajro ahlul mayyit kulluhum! Aameen Yaa Robb (Prince Muhammad/Hanin Mazaya/Koresponden Arrahmah.com)