Friday, May 1, 2009

Jihad Pakistan, Mengguncang Dunia

International Jihad Analysis - Lembah Swat, Rabu, 15 April 2009. Mujahidin Taliban Pakistan di hadapan ribuan pendukungnya mendeklarasikan penerapan syari’at Islam di sebuah wilayah yang berjarak sekitar 160 km dari Islamabad, ibu kota Pakistan. Penerapan syari’at Islam di Lembah Swat diprediksi menjadi momentum kemenangan mujahidin Taliban Pakistan melawan pemerintahan sekuler Pakistan. Penerapan syari’at Islam di Lembah Swat dilakukan setelah pemerintah sekuler Pakistan sudah tidak dapat berbuat apa-apa lagi dalam menahan laju perjuangan dan serangan mujahidin Taliban Pakistan. Sebenarnya, sejak bulan Februari lalu, pemerintahan sekuler Pakistan telah menyerahkan kendali kepada mujahidin Taliban Pakistan. Kini, pos polisi dan tentara sekuler Pakistan hanya tinggal bangunan-bangunan kosong.


Salah Sebuah Pemandanagn Di Lembah Swat, Pakistan

Upaya penerapan syari’at Islam oleh Mujahidin Taliban Pakistan secara agresif terus dilakukan dan kini mulai bergerak dari daerah barat laut ke propinsi Punjab, Sindh, dan semakin mendekati ibu kota Pakistan, Islamabad. Kabar terakhir menginformasikan bahwa mujahidin Taliban Pakistan telah berada di dekat ibukota Pakistan, Islamabad. Sekitar 20 kendaraan yang membawa sejumlah mujahidin telah memasuki Distrik Buner, 100 km barat laut Islamabad pada hari Senin.

Mujahidin Taliban terus merangsek masuk lebih jauh ke pusat kekuasaan di Pakistan. Bahkan mereka telah bersumpah menjadikan beberapa kota besar di Pakistan menjadi medan pertempuran setelah mereka menegakkan kekuasaannya di sepanjang barat laut negara tersebut.

Sementara itu, pemerintah sekuler Pakistan tidak bisa berbuat banyak dan telah menyetujui secara resmi penerapan syari’at Islam di Lembah Swat tersebut. Presiden Asif Ali Zardari dan badan legislatifnya pada hari senin, 13 April 2009, terpaksa menyepakati sistem pengadilan yang diusulkan Taliban, yakni syari’at Islam.

Tentu saja, pemerintah sekuler Pakistan semakin khawatir atas perkembangan terakhir di negeri yang berpenduduk mayoritas Muslim tersebut. Mereka sudah meningkatkan tingkat kewaspadaan di ibu kota Pakistan, Islamabad menjadi "sangat waspada", mengingat munculnya berbagai serangan perlawanan dari mujahidin Taliban yang semakin meningkat dan menguat akhir-akhir ini.

Akankah dalam waktu dekat ini ibu kota Pakistan, Islamabad jatuh ke tangan Mujahidin ? Bagaimana upaya AS membendung kekuatan mujahidin Taliban Pakistan ?

Lembah Swat dan Tragedi Masjid Merah

Lembah Swat adalah sebuah kota kabupaten di barat laut Pakistan, yang berjarak sekitar 160 km dari Islamabad, ibu kota Pakistan. Lembah Swat adalah tempat yang sangat indah, bahkan mendapat julukan “Swiss” dari Pakistan.

Dengan gunung menjulang tinggi disaput salju putih di puncaknya, hijau pepohonan, gemericik jernihnya air sungai, dan beberapa danau yang sangat indah, membuat Lembah Swat dianggap sebagai sepotong “surga” di bumi.

Keindahan Lembah Swat sudah dikenal sejak ribuan tahun yang lalu dan menjadi rebutan beberapa peradaban kuno. Kawasan ini dahulunya pernah diduduki oleh para penganut Buddha, Yunani, dan Kushans, sampai akhirnya dikuasai oleh mujahidin Taliban Pakistan.

Pemberlakuan syari’at Islam di Lembah Swat berlaku sejak bulan Februari lalu, saat pemerintah lokal di North West Frontier Province (NWFP), satu dari empat propinsi negara Pakistan, menyerah kepada mujahidin Taliban Pakistan. Sejak saat itu, syari’at Islam resmi diberlakukan di Malakand, sebuah distrik di NWFP dengan jumlah penduduk tiga juta orang dimana Lembah Swat termasuk dalam wilayah ini.

Jika mau dirunut, maka awalnya adalah Tragedi Masjid Laal (Merah). Serbuan militer pemerintahan sekuler Pakistan di bawah rezim Pervez Musharraf terhadap santri Masjid Merah di Islamabad, dua tahun silan, menjadi titik puncak dan pemicu perseteruan abadi antara sekulerisme dan syari’at Islam. Perjuangan untuk menerapkan syari’at Islam yang telah lama dirintis oleh Muslimin Pakistan melalui dakwah dan jihad mendapatkan momentum berupa tindakan represif pemerintahan sekuler Pakistan yang dilindungi dan diprovokasi AS.


Pemandangan Masjid Lal (Masjid Merah) Selepas Di Bombardir Oleh Tentara Laknat Pakistan

Masjid Laal didirikan oleh seorang alim bernama Maulana Abdulllah di awal tahun 1970-an. Maulana Abdullah adalah seorang yang terpandang dari Universitas di Kota Banori, Karachi. Tanah Masjid Laal disetujui atas nama beliau oleh pemimpin militer Ayub Khan di bawah pemerintahan Zia ul Haq (1977-1988). Masjid Laal memainkan peran penting dalam memasukkan nilai-nilai Islam pada tentara Pakistan. Selain itu, selama masa jihad Afghanistan malawan Rusia, masjid Laal mendukung mujahidin secara intensif. Setelah pembunuhan Maulana Abdullah, kunci masjid Laal diserahkan kepada dua anak lelakinya, Syekh Maulana Abdul Aziz dan Syekh Maulana Abdur Rasyid Ghazi.


Perlawanan Dari santriwati Masjid merah, Bangkitlah wahai Mujahidah Indonesia!!

Dalam tragedi Masjid Merah, Syekh Abdur Rasyid Ghazi, syahid, dan saudara kandungnya, Syekh Maulana Abdul Aziz ditahan. Ratusan orang santri menemui ajalnya. Bisa dikatakan, syuhada Masjid Laal telah membuat pengorbanan penting dan mereka semua menjadi tonggak untuk penegakan tauhid kepada Allah dan demi tegaknya syari’at Muhammad SAW berkibar di tanah Pakistan.

Sejak peristiwa tersebut, kaum Muslimin Pakistan, terutama mujahidin yang terinspirasi keberhasilan mujahidin Taliban di Afghanistan bertekad melancarkan perjuangan suci, jihad fi sabilillah, hingga syari’at Islam bisa ditegakkan di seluruh Pakistan. Perjuangan jihad ini langsung direnspon oleh mujahidin Taliban yang sejak semula hanya bergerak di Afghanistan untuk kemudian memperluas aksi dan pengaruhnya hingga ke Pakistan.


Senyum kemenagan As Syahid Abdul Rasyid Ghazi, Pimpinan Lal Masjid (Masjid Merah)

Presiden Pakistan saat itu, Pervez Musharraf yang juga antek setia Amerika, sudah mencium gelagat tidak enak dan khawatir akan dampak perbuatannya menyerang Masjid Merah. Dia khawatir mujahidin Taliban akan memberikan bantuan secara langsung untuk membantu saudara-saudara Muslimnya di Pakistan, terutama di wilayah perbatasan dengan Afghanistan yang dihuni oleh kepala suku-kepala suku.

Hari Ahad, 12 Agustus, 2007, dia memprakarsai sebuah pertemuan perdamaian antar kepala suku (Jirga) dari Afghanistan dan Pakistan di Kabul. Pertemuan yang dihadiri oleh sekitar 600 kepala suku dan berakhir Ahad itu menyepakati untuk memberangus tempat-tempat perlindungan mujahidin di wilayah masing-masing.

Perhitungan Musharraf meleset dan harapannya tidak terkabulkan. Mujahidin Pakistan malah semakin intensif menjalin hubungan dengan mujahidin Taliban Afghanistan, dan mulai mengikuti aksi dan strategi mereka, khususnya di wilayah perbatasan, seperti di Waziristan Utara. Mereka semakin mantap untuk berjuang dan melawan pemerintahan sekuler Pakistan. Dalam salah satu selebaran yang dikeluarkan, mereka menolak semua dialog dengan pemerintah Pakistan, karena pemerintah tidak mengabulkan tuntutan mereka, yaitu membongkar 25 pos pemeriksaan yang baru didirikan.
Mujahidin Pakistan melampiaskan kemarahan dan pembalasan atas Tragedi Masjid Merah di Islamabad yang telah menewaskan 160 orang santri, dengan melakukan aksi-aksi serangan yang semakin gencar, termasuk melakukan bom syahid.

Tiga serangan bom syahid telah mereka lancarkan dan menewaskan hampir 60 orang. Selain itu mereka juga menyerang pusat penerimaan anggota polisi di Provinsi Perbatasan Barat, dan menewaskan sedikit-dikitnya 18 orang. Beberapa jam sebelumnya, mereka juga menghantam iring-iringan tentara di Lembah Swat dan berhasil menewaskan 17 orang.

Sehari sebelumnya, mereka menabrakkan satu bom mobil ke iring-iringan paramiliter di kawasan persukuan di Waziristan Utara dan menewaskan 24 orang. Jumlah keseluruhan yang tewas mencapai 59 orang ditambah beberapa yang luka. Semua serangan ini semakin menguatkan posisi mujahidin Taliban Pakistan dan semakin membuat gentar pemerintahan sekuler Pakistan.

Semua ini membuktikan bahwa wilayah perbatasan Afghanistan –Pakistan adalah wilayah yang subur bagi benih-benih perjuangan jihad dan telah dijadikan pusat latihan oleh mujahidin Taliban, yang akhirnya memberikan kekuatan nyata bagi mujahidin Pakistan. Dalam sebuah video jihad ditampilkan acara wisuda mujahidin di kamp latihan yang berlokasi di wilayah perbatasan Afghanistan-Pakistan.

Asy Syahid Sayyid Quthb rahimahullah pernah mengatakan :

“Sesungguhnya kalimat kita akan tetap mati seperti boneka yang tak bergerak, sampai kita mati karenanya. Maka dia/kalimat itu akan bergoncang bangkit dan hidup di antara mereka yang hidup. Setiap kalimat yang hidup, maka ia akan bersemayam di hati manusia yang hidup, sehingga hiduplah ia bersama-sama mereka yang hidup. Orang-orang yang hidup tidak akan ingin berdampingan dengan orang-orang yang mati, mereka hanya mau berdampingan dengan orang-orang yang hidup. Adapun mayat itu akan tetap di kubur di bawah tanah, walaupun ia adalah mayat orang terhormat."

Ucapan-ucapan haq dan perjuangan Syekh Abdur Rasyid Ghazi mengumandangkan penerapan syariat Islam di Pakistan yang harus ditebus dengan kesyahidan beliau kini menuai hasilnya. Perjuangan beliau memacu mujahidin untuk bersatu dan mengorbankan seluruh yang mereka miliki untuk melanjutkan perjuangan penegakan syariat Islam. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh saudara kandung beliau, Syekh Maulana Abdul Aziz, dalam khutbah Jum’at pertamanya pasca dua tahun penahanannya.

"Aku katakan kepada kalian untuk bersiap-siap melakukan pengorbanan untuk Islam. Hari ini tidak akan jauh dimana Islam akan menguasai keseluruhan negeri. Apa yang kita lihat di Swat dan di wilayah pedalaman di Pakistan adalah hasil dari pengorbanan-pengorbanan Mesjid Merah, para santri, para penduduk yang syahid (Insya Allah) dalam peristiwa tersebut."

Beliau, Syekh Maulana Abdul Aziz juga menyemangati kaum Muslimin Pakistan untuk berjihad dan menerapkan syari’at Islam secara kaafah di negeri tersebut. Para jama’ah bersemangat dan meneriakkan yel-yel jihad, "Sabiluna, Sabiluna : al-Jihad! al-Jihad!!" Atmosfer terasa memanas dan kegembiraan terlihat di wajah-wajah para jamaah. Mereka semua adalah saksi mata peristiwa dua tahun silam di Masjid Merah. Syekh Maulana melanjutkan :

"Insha Allah, hari ini tidak akan jauh ketika Islam akan diterapkan di seluruh Pakistan. Perjuangan kita akan berjalan dengan tenang dan kita akan melanjutkan perjuangan ini untuk menerapkan Islam di negeri ini."

Di Mingora, kota utama di Lembah Swat, seorang ulama pro Taliban, Sufi Muhammad, mengatakan bahwa undang-undang Pakistan telah memaksa rakyat untuk tunduk pada sistem kufur atau penjajah. Tidak ada sedikit pun ruang bagi demokrasi jika Taliban mengatur seluruh Pakistan, imbuhnya.

Beliau menyatakan bahwa sistem pengadilan Islam yang diusung oleh Taliban adalah sistem yang istimewa dan keputusannya tidak bisa dinaik-bandingkan ke Mahkamah Agung Islamabad. Beliau juga memerintahkan semua hakim pemerintah untuk meninggalkan wilayah tersebut pada 23 April mendatang. "Jika tidak mematuhinya, mereka akan bertanggung jawab untuk segala konsekuensinya," ujar Sufi.

Syariat Islam Diterapkan di Pakistan, Amerika Katakutan

Kondisi terkini di Pakistan tentu saja membuat gusar kaum kafir, utamanya Amerika. David Kilcullen, mantan penasehat Departemen Kenegaraan dan Konsultan Anti Teroris pemerintahan Obama, mengatakan bahwa jika Pakistan jatuh ke tangan Mujahidin Taliban, maka itu adalah sebuah malapetaka bagi Amerika. Dia mengatakan :

“Jalur suplai (dari Karachi sampai basis AS) di Kandahar dan Kabul dari sebelah selatan dan timur akan dipotong, atau sedikitnya jalur-jalur tersebut menjadi lebih tidak aman, dan itu akan membahayakan misi AS di Afganistan."

Salah seorang penasehat Pentagon bahkan mengatakan :

“Saya berpikir Pakistan bergerak pada situasi di mana ekstremis menguasai seluruh daerah pedalaman dan pemerintah hanya mengontrol pusat perkotaan,” tambahnya. “Jika anda melihat 10 tahun yang akan datang, saya kira pemerintahan Pakistan akan dijalankan oleh militan Islam."

Kepala Senat Komite Hubungan Luar Negeri AS, Sen John Kerry, Selasa, 14, April 2009 akhirnya berkomentar terhadap situasi terakhir Pakistan dengan mengatakan :

“Pemerintah seharusnya menyadari urgensitas kondisi ini dan tetap berkomitmen. Ini adalah momen yang serius bagi Pakistan.”

Ketakutan dan kecemasan kini melanda Amerika setelah melihat kemenangan Mujahidin Taliban di Pakistan dan penerapan syariat Islam di sana. Mereka khawatir, Taliban Pakistan akan menyerang posisi Amerika di Afghanistan, dan dapat dipastikan hal itu pasti akan dilakukan oleh mujahidin Taliban Pakistan untuk membantu saudara-saudara seimannya di Afghanistan.

Salah satu langkah tergesa dari Amerika untuk menahan laju mujahidin Pakistan adalah dengan jalan memberikan suntikan dana segar ke pemerintahan sekuler Pakistan sebesar 5 milyar USD. Bantuan yang datang dari negara kafir Amerika dan sekutu mereka, seperti Jepang, Eropa dan penguasa munafik Arab Saudi diberikan dalam sebuah acara konferensi Tokyo, dengan sebuah janji dari presiden murtad Asif Ali Zardari untuk meningkatkan serangan kepada mujahidin.

Dari gedung putih, pemimpin pasukan perang salib baru, Barack Obama sudah menetapkan strategi terbarunya dengan meletakkan Pakistan sebagai pusat perjuangan melawan Taliban, dan Al Qaeda. Presiden yang asli yahudi ini juga mempropagandakan Al Qaeda sebagai kanker yang menggerogoti tubuh Pakistan dari dalam dan mengancam Pakistan untuk segera menyingkirkan mujahidin dari bumi Pakistan.

Strategi licik dan busuk yang dilancarkan kafir Amerika adalah menyuap kepala-kepala suku di pedalaman Pakistan, khususnya di wilayah perbatasan untuk membantu mereka. Amerika juga merangkul teman-teman baru mereka untuk bergabung dalam perang di Afghanistan, seperti Rusia. Nampaknya, Amerika semakin kewalahan dan sudah hampir mati langkah!

Barack Obama terpaksa harus putar otak dan memikirkan strategi baru apa yang harus diterapkan untuk mengatasi gelombang jihad di Pakistan. Salah satu yang mencuat adalah penambahan 4.000 personil tentara kafir Amerika akan diterjunkan untuk meningkatkan kapasitas tentara dan polisi Afghanistan. Selain itu, ia juga akan menyediakan bantuan untuk mendukung pengembangan warga sipil.

Obama juga berjanji akan meningkatkan serangannya di Afghanistan. Keputusan ini tentu tidak aneh dan menunjukkan siapa sejatinya presiden Amerika terpilih yang ke-44 ini. Untuk mendukung semua rencana ini, Obama meminta kongres untuk mengesahkan undang-undang yang berisi penggelembungan pengeluaran Amerika di Pakistan menjadi 1.5 miliar dolar per tahun selama lima tahun mendatang, untuk menolong membangun sekolah, jalan dan rumah sakit di Pakistan.

Propaganda dan perang media juga gencar dilakukan oleh Amerika. Melalui menteri luar negerinya, Hillary Clinton, rakyat Pakistan dipengaruhi untuk menekan pemerintah Pakistan agar segera menghalau mujahidin Taliban Pakistan. Hillary juga mengatakan bahwa pergerakan mujahidin Taliban Pakistan merupakan ancaman besar untuk eksistensi Pakistan.

Langkah terakhir yang cukup mengejutkan dari Amerika adalah berupaya membujuk negera kafir India agar berdamai dengan Pakistan, untuk kemudian bersama-sama menggempur mujahidin Taliban Pakistan.

Sebagai langkah awalnya, Amerika telah meminta India untuk menarik mundur pasukannya di perbatasan dan membiarkan Pakistan berkonsentrasi menghadapi Taliban. Siapa pun tahu, antara India dan Pakistan terjadi konflik yang tidak berkesudahan, termasuk dalam memperebutkan wilayah Kashmir.

Di samping itu, Amerika juga merasa perlu untuk meningkatkan kerja sama militer secepatnya dengan Pakistan. Melalui sekretaris pertahanannya, Michele Flournoy, disampaikan maksud untuk memberikan pelatihan kepada angkatan perang Pakistan dan memberikan mereka nasehat atau strategi untuk mendukung operasi mereka melawan mujahidin Taliban Pakistan. Namun, satu pertanyaan penting harus diajukan kepada para petinggi di gedung putih, sanggupkah pasukan mereka bersama dengan seluruh sekutu mereka untuk mengalahkan semangat jihad mujahidin Taliban Pakistan ?

Jihad Hingga Tidak Ada Lagi Fitnah

“…Dan perangilah mereka itu sampai tidak ada lagi fitnah dan agama hanya bagi Allah semata. Jika mereka berhenti (dari kekafiran) maka sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan.” (QS Al Anfal : 39)

Banyak pejabat AS dan para pakar lainnya memperkirakan bahwa para mujahidin Taliban tidak akan pernah menyerah dan bahkan semakin meningkatkan perlawanannya. Seorang penulis dan ahli terorisme, Ahmad Rashid mengatakan dalan sebuah konferensi di Washington, Rabu (15/4).

"Taliban saat ini menjadi pasukan yang terus meningkatkan dirinya. Mereka mempunyai agenda untuk Pakistan, dan agenda itu tidak lain adalah untuk menumbangkan pemerintah Pakistan dan men-Taliban-kan seluruh negara tersebut."

Tidak salah, tujuan akhir mujahidin Taliban Pakistan memang bukan hanya penerapan syari’at di beberapa tempat saja, akan tetapi di seluruh Pakistan. Bahkan, secara lebih luas lagi adalah hingga tidak ada lagi fitnah (agama musyrik) di muka bumi ini.

Muslim Khan, juru bicara mujahidin Taliban Pakistan dari Lembah Swat mengatakan :

"Syariat Islam tidak pernah memerintahkan kami untuk berhenti berperang, Jika pemerintah Afghanistan atau Pakistan masih meneruskan perang dan mendukung kebijakan anti-Muslim, tidak mungkin Taliban merebahkan tangan mereka. Ketika kami telah berhasil mencapai tujuan di satu wilayah, maka kami akan berjuang di wilayah lainnya.”

Inilah janji mujahidin Taliban Pakistan, yang dengan tegas mengatakan bahwa mereka tidak akan meletakkan senjata mereka walau syariat Islam telah diterapkan di wilayah Lembah Swat dan Barat laut Pakistan. Mereka akan terus berjuang agar seluruh wilayah Pakistan menerapkan syariat Islam.

Bahkan mereka, mujahidin Taliban Pakistan juga siap untuk melancarkan serangan hingga ke Afghanistan. Para mujahidin Taliban Pakistan akan secepatnya memasuki Afghanistan untuk bersama-sama bertempur dengan mujahidin Afghanistan melawan tentara teroris AS dan sekutunya. Muslim Khan menambahkan :

"Perjuangan kami adalah untuk menerapkan aturan buatan Allah di bumi milik Allah. Kami akan mengirimkan mujahidin kami ke Afghanistan jika mujahidin Afghanistan memerlukan kami secepatnya."

Kini, konsentrasi mujahidin Taliban Pakistan memang mengarah ke Islamabad, ibu kota Pakistan. Berulang kali mereka mengisyaratkan bahwa pihaknya akan terus mengusahakan agar Islamabad, bisa ditaklukkan. Seorang panglima mujahidin Taliban mengatakan pada hari Rabu (8/4) akan keyakinan untuk segera menaklukkan Islamabad.

"Tidak akan lama lagi Islamabad akan ada dalam genggaman mujahidin."

Kabar terakhir menginformasikan bahwa sekitar 20 kendaraan yang membawa sejumlah mujahidin telah memasuki Distrik Buner, 100 km Baratlaut Islamabad pada Senin (6/4). Beberapa pejabat lokal juga mengonfirmasikan pada Rabu (8/4) kebenaran bahwa para mujahidin telah memasuki wilayah kota dan bertempur dengan personil polisi Pakistan di beberapa bagian di distrik Buner.

Mujahidin Taliban Pakistan telah bersumpah menjadikan beberapa kota besar di Pakistan menjadi medan pertempuran setelah mereka menegakkan kekuasaannya sepanjang barat laut negara tersebut.

Syekh Baitullah Mehshud, Pemimpin Mujahidin Taliban Pakistan secara tegas juga menyatakan sikapnya untuk terus menggempur Pakistan selama masih bekerjasama dengan Amerika. Pada Selasa (31/3) lalu, beliau juga menyatakan pertanggung-jawaban atas serangan berdarah di akademi kepolisian Lahore (30/3). Beliau mengatakan :
"Kami mengaku bertanggung jawab atas serangan itu. Ini adalah balasan terhadap serangan terus-menerus pesawat tak berawak milik AS di atas wilayah kami."
Beliau juga mengaku bertanggung jawab terhadap serangan istisyhad (bom syahid) pada 23 Maret silam di halaman kantor polisi di Islamabad. Keberhasilan mujahidin Taliban Pakistan juga tidak terlepas dari dukungan mujahidin global, terutama Taliban dan Al Qaeda.

Perjuangan mujahidin Taliban Pakistan mendapat simpati dari mujahidin di seluruh dunia. Al Qaeda, sebuah organisasi jihad global, melalui salah seorang tokohnya, Syekh Abu Yahya Al-Libbi, menyampaikan simpati yang besar kepada perjuangan kaum Muslimin Pakistan, dan mendoakan syahidnya Syekh Abdur Rashid Ghazi, dan menjuluki beliau sebagai “Master of Martyrs.”

Pimpinan tertinggi Al Qaeda, Syekh Usamah bin Ladin bahkan merilis sebuah video khusus yang diproduksi oleh sayap media mereka, As Sahab, untuk menyerukan jihad kepada seluruh rakyat Pakistan. Video berjudul Hayya alal jihad (Ayo Berjihad, Pesan Untuk Rakyat Pakistan) yang dirilis pada bulan September 2007/Ramadhan 1428 H sedikit banyak telah menyemangati ruh jihad kaum Muslimin di seantero Pakistan. Diawali dengan mengulas tragedi Masjid Merah, konspirasi batil pemerintah sekuler Pakistan dengan Amerika, Syekh Usamah Bin Ladin menggugah semangat dan keberanian rakyat Pakistan untuk berjihad menumbangkan rezim sekular pimpinan Pervez Musharraf ketika itu.

Akhirnya, kita harus menyebut satu nama lagi untuk masalah ini, yakni Mullah Muhammad Umar, Amirul Mu’minin Imarah Islam Afghanistan, sekaligus pelopor dan pemimpin umum gerakan Taliban. Dalam buku “The Giant Man, Biografi Mullah Umar”, karangan Husayn Bin Mahmud, orang terdekat dan kepercayaan beliau, diceritakan bagaimana lelaki perkasa dari Qandahar ini, Mullah Muhammad Umar, berhasil dari seorang diri, kemudian menggerakkan revolusi Islam di Afghanistan melalui Taliban. Para murid atau santri yang di Afghanistan disebut dengan Taliban (jamak dari Talabah yang berasal dari bahasa Pashtun) berhasil mengambil alih kekuasaan hampir seperlima Afghanistan tanpa peperangan, tetapi dengan keinginan penduduknya yang memang rindu tegaknya syari’at dan keamanan.

Kini, mujahidin Taliban Pakistan sedang mengikuti jejak keberhasilan revolusi Islam saudara-saudara mereka, Taliban Afghanistan. Masyarakat Pakistan juga sudah lama merindukan tegaknya syari’at Islam yang lebih memberikan rasa aman dan kesejahteraan yang hakiki. Kondisi ini memungkinkan penguatan Imarah Islam Afghanistan untuk kemudian menjadi jantung Khilafah Islam dengan diterapkannya syari’at Islam di seantero Pakistan.

Wallahu’alam bis showab!

By: M. Fachry
Arrahmah.Com International Jihad Analys

Ar Rahmah Media Network
http://www.arrahmah.com

10 Dosa Demokrasi

Ini adalah kajian singkat yang menjelaskan tentang beberapa indikasi destruktif dan bahaya yang ditimbulkan akibat terjun dan berkiprah dalam kancah demokrasi yang banyak orang tertipu dengannya dan menggantungkan harapan mereka kepadanya meskipun hal ini jelas-jelas bertentangan dengan manhaj Allah sebagaimana yang akan dijelaskan dalam kajian yang singkat ini, apalagi banyak sudah pengalaman pahit yang didapat oleh orang yang tertipu dengan permainan ini dan ditampakkan sisi penyimpangan dan kesesatannya

1. Sistem ini membuat kita lengah akan tabiat pergolakan antara jahiliyah dan Islam, antara haq dan batil, karena keberadaan salah satu di antara keduanya mengharuskan lenyapnya yang lain, selamanya tidak mungkin keduanya akan bersatu. Barangsiapa mengira bahwa dengan melalui pemilihan umum fraksi-fraksi jahiliyah akan menyerahkan semua institusi-institusi mereka kepada Islam, ini jelas bertentangan dengan rasio, nash dan sunan (keputusan Allah) yang telah berlaku atas umat-umat terdahulu.

"Tiadalah yang mereka nanti melainkan (berlakunya) sunnah (Allah yang telah berlaku) atas orang-orang yang terdahulu. Maka sekali-kali kamu tidak akan mendapati perubahan bagi sunnatullah dan sekali-kali tidak (pula) akan mendapati perpindahan bagi sunnatullah itu." (Surat Faathir: 43)

2. Sistem demokrasi ini akan menyebabkan terkikisnya nilai-nilai aqidah yang benar yang diyakini dan diamalkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam dan para sahabatnya yang mulia, akan menyebabkan tersebarnya bid'ah, tidak dipelajari dan disebarkannya aqidah yang benar ini kepada manusia, karena ajaran-ajarannya menyebabkan terjadi perpecahan di kalangan anggota partai, bahkan dapat menyebabkan seseorang keluar dari partai tersebut sehingga dapat mengurangi jumlah perolehan suara dan pemilihnya.

3. Sistem demokrasi tidak membedakan antara orang yang ‘alim dengan orang yang jahil, antara orang yang mukmin dengan orang kafir, dan antara laki-laki dengan perempuan, karena mereka semuanya memiliki hak suara yang sama, tanpa dilihat kelebihannya dari sisi syar'i. padahal Allah Ta'ala berfirman:

"Katakanlah! Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui." (Surat Az-Zumar: 9)

Dan Allah Ta'ala berfirman:

"Maka apakah orang yang beriman itu sama seperti orang yang fasiq? Mereka tidaklah sama." (Surat As-Sajdah: 18)

Dan Allah Ta'ala berfirman: "Maka apakah Kami patut menjadikan orang-orang Islam itu sama dengan orang-orang yang berdosa (orang kafir)? Mengapa kamu berbuat demikian, bagaimanakah kamu mengambil keputusan?" (Surat Al-Qalam: 35-36)

Dan Allah Ta'ala berfirman:

"Dan anak laki-laki (yang ia nadzarkan itu) tidaklah seperti anak perempuan (yang ia lahirkan)." (Surat Ali Imran: 38)

4. Sistem ini menyebabkan terjadinya perpecahan di kalangan para aktivis dakwah dan jamaah-jamaah Islamiyah, karena terjun dan berkiprahnya sebagian dari mereka ke dalam sistem ini (mau tidak mau) akan membuat mereka mendukung dan membelanya serta berusaha untuk mengharumkan nama baiknya yang pada gilirannya akan memusuhi siapa yang dimusuhi oleh sistem ini dan mendukung serta membela siapa yang didukung dan dibela oleh sistem ini, maka ujung-ujungnya fatwa pun akan simpang-siur tidak memiliki kepastian antara yang membolehkan dan yang melarang, antara yang memuji dan yang mencela.

5. Di bawah naungan sistem demokrasi permasalahan wala' dan bara' menjadi tidak jelas dan samar, oleh karenanya ada sebagian orang yang berkecimpung dan menggeluti sistem ini menegaskan bahwa perselisihan mereka dengan partai sosialis, partai baath dan partai-partai sekuler lainnya hanya sebatas perselisihan di bidang program saja bukan perselisihan di bidang manhaj dan tak lain seperti perselisihan yang terjadi antara empat madzhab, dan mereka mengadakan ikatan perjanjian dan konfederasi untuk tidak mengkafirkan satu sama lain dan tidak mengkhianati satu sama lain, oleh karenanya mereka mengatakan adanya perselisihan jangan sampai merusakkan kasih sayang antar sesama!!

6. Sistem ini akan mengarah pada tegaknya konfederasi semu dengan partai-partai sekuler, sebagai telah terjadi pada hari ini.

7. Sangat dominan bagi orang yang berkiprah dalam kancah demokrasi akan rusak niatnya, karena setiap partai berusaha dan berambisi untuk membela partainya serta memanfaatkan semua fasilitas dan sarana yang ada untuk menghimpun dan menggalang massa yang ada di sekitarnya, khususnya sarana yang bernuansa religius seperti ceramah, pemberian nasehat, ta'lim, shadaqah dan lain-lain.

8. (Terjun ke dalam kancah demokrasi) juga akan mengakibatkan rusaknya nilai-nilai akhlaq yang mulia seperti kejujuran, transparansi (keterusterangan) dan memenuhi janji, dan menjamurnya kedustaan,berpura-pura (basa-basi) dan ingkar janji.

9. Demikian pula akan melahirkan sifat sombong dan meremehkan orang lain serta bangga dengan pendapatnya masing-masing karena yang menjadi ini permasalahan adalah mempertahankan pendapat. Dan Allah Ta'ala telah berfirman:

"Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada di sisi mereka (masing-masing)." (Surat Al-Mukminun: 53)

10. Kalau kita mau mencermati dan meneliti dengan seksama, berikrar dan mengakui demokrasi berarti menikam (menghujat) para Rasul dan risalah (misi kerasulan) mereka, karena al-haq (kebenaran) kalau diketahui melalui suara yang terbanyak dari rakyat, maka tidak ada artinya diutusnya para Rasul dan diturunkannya kitab-kitab, apalagi biasanya ajaran yang dibawa oleh para Rasul banyak menyelisihi mayoritas manusia yang menganut aqidah yang sesat dan menyimpang dan memiliki tradisi-tradisi jahiliyah.

sumber: Almuhajirun

Thursday, April 30, 2009

Koalisi Parpol Islam dan Parpol Sekuler dalam Pandangan Islam

Oleh : M. Shiddiq Al-Jawi

Pendahuluan

Pemilu legislatif telah digelar 9 April 2009 lalu dan hasilnya sudah diketahui, walau hanya berdasarkan quick count atau hasil rekapitulasi sementara KPU. Hasil pemilu ini lalu dijadikan dasar untuk membentuk koalisi antar parpol menuju Pemilu Presiden, baik koalisi sesama parpol sekuler maupun antara parpol sekuler dengan parpol Islam.

Koalisi sesama parpol sekuler mungkin bukan hal aneh. Tapi menjadi tidak wajar jika ada parpol Islam berkoalisi dengan partai sekuler. Misalnya saja, koalisi PKS dengan Partai Demokrat, yang telah diresmikan Ahad lalu (26/04/09) (Koran Tempo, 27/04/09). Sebelumnya, Prof. Dr. Iberamsjah, Guru Besar Ilmu Politik UI, telah mengkritik tajam rencana koalisi PKS-Demokrat yang disebutnya aneh ini. Iberamsjah mempertanyakan dengan kritis,”PKS mewakili aspirasi umat Islam yang fanatik mendukung perjuangan rakyat Palestina dan sangat anti Zionis. Tiba-tiba berpelukan dengan Partai Demokrat yang sangat pro Amerika yang melindungi Zionis Yahudi. Bagaimana bisa?” (Sabili, No 20, Th XVI 27 Rabiul Akhir 1430/23 April 2009, hal. 28).

Maka dari itu, sangat relevan umat Islam memahami dengan baik norma-norma ajaran Islam terkait dengan koalisi parpol seperti ini. Tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan hukum syara’ tentang koalisi antar parpol Islam dengan parpol sekuler.

Pengertian dan Fakta Koalisi

Koalisi menurut pengertian bahasa (etimologi) artinya adalah kerjasama antara beberapa partai. (W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, hlm. 514). Dalam bahasa Inggris, coalition diartikan sebagai pergabungan atau persatuan, sedang coalition party artinya adalah partai koalisi. (John M. Echols & Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, hlm. 121).

Menurut pengertian istilah (terminologi), koalisi memiliki banyak definisi. Menurut Ensiklopedi Populer Politik Pembangunan Pancasila Edisi IV (1988:50), koalisi berasal dari bahasa Latin co-alescare, artinya tumbuh menjadi alat penggabung. Maka koalisi dapat diartikan sebagai ikatan atau gabungan antara dua atau beberapa negara untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Atau dapat diartikan sebagai gabungan beberapa partai/fraksi dalam parlemen untuk mencapai mayoritas yang dapat mendukung pemerintah. (Murdiati, 1999).

Dalam bahasa Arab, koalisi politik disebut dengan istilah at-tahaaluf as-siyasi. At-tahaluf, berasal dari kata hilfun yang berarti perjanjian (mu’ahadah) atau kesepakatan (mu’aqadah). Literatur yang sering ditunjuk untuk membahas tema koalisi politik dalam Islam antara lain kitab berjudul At-Tahaaluf As-Siyasi fi Al-Islam, karya Syaikh Muhammad Munir Al-Ghadban (ulama Ikhwanul Muslimin).

Adapun koalisi yang dimaksud dalam tulisan ini, dibatasi pada koalisi antar parpol Islam dan parpol sekuler. Dengan mengamati realitas politik praktis, koalisi parpol Islam dan parpol sekuler dapat didefinisikan secara umum sebagai penggabungan atau kerjasama parpol Islam dan parpol sekuler untuk mempengaruhi proses-proses politik, seperti misalnya : (1) menentukan calon presiden dan calon wakil presiden, (2) menentukan menteri-menteri di kabinet, (3) menentukan strategi untuk menyusun parlemen yang mendukung pemerintah, (4) menentukan platform dan arah kebijakan, dan lain-lain.

Koalisi parpol Islam dan parpol sekuler di Indonesia sudah lama terjadi. Fakta ini tidak terjadi belakangan ini saja, katakanlah tahun 1999 ketika ada koalisi yang disebut Poros Tengah, yang dimotori PAN (partai sekuler) dan PPP (partai Islam) guna menggolkan Gus Dur sebagai Presiden RI ke-4. Bahkan sejak tahun 1945, koalisi seperti ini sudah pernah terjadi. Masyumi sebagai parpol Islam telah menjalin koalisi dengan berbagai parpol sekuler. Pada tahun 1945-1946 (Kabinet Syahrir I), terjadi koalisi Masyumi – Parkindo (Partai Kristen Indonesia). Lalu, pada tahun 1950-1951 (Kabinet Natsir) terjadi koalisi Masyumi - PSI, tahun 1951-1952 (Kabinet Sukiman) dan dan tahun 1952-1953 (Kabinet Wilopo) terjadi koalisi Masyumi - PNI. (Alfian, 1981; Ricklefs, 2005; Mashad, 2008; Kiswanto, 2008).

Pada masa kini, koalisi parpol Islam dan parpol sekuler juga sering terjadi, seperti dalam berbagai Pilkada. Di Pilkada Gubernur Sulawesi Selatan tahun 2007, PKS berkoalisi dengan Partai Golkar (Jurdi, 2009). Bahkan di Papua, PKS berkoalisi dengan PDS (partai Kristen).

Koalisi pragmatis model PKS itu mengingatkan orang pada koalisi Ikhwanul Muslimin dengan beberapa partai sekuler di Mesir. Ikhwanul Muslimin di Mesir pernah berkoalisi dengan Partai Wafd, yang merupakan gabungan partai komunis dan partai sekuler di Mesir. Ikhwan juga pernah berkoalisi dengan Partai Asy-Sya’ab, yaitu partai buruh dalam pemilu anggota legislatif. Gerakan Islam Syiria juga pernah berkoalisi dengan unsur kekuatan nasionalis Syiria untuk beroposisi dengan penguasa dan dalam rangka berupaya menggantikannya. Gerakan dakwah Yaman juga pernah berkoalisi dengan partai berkuasa dan kemudian membentuk lembaga kepresidenan untuk menjalankan pemerintahan. Gerakan dakwah Islam di Sudan juga pernah berkoalisi dengan tentara untuk menjalankan urusan kenegaraan. (Anonim, 2004).

Inilah sekilas pengertian dan fakta koalisi parpol Islam dan parpol sekuler.

Hukum Koalisi Parpol Islam & Parpol Sekuler

Dengan meneliti fakta (manath) koalisi partai Islam dan partai sekuler yang ada, dapat diketahui bahwa tujuan utama koalisi tersebut secara garis besar ada 3 (tiga); Pertama, untuk menentukan presiden dan wakil presiden. Kedua, untuk menentukan menteri-menteri dalam kabinet. Ketiga, untuk menciptakan stabilitas politik dalam parlemen.

Faktanya, dalam menjalankan sistem pemerintahan sekuler sekarang (republik), semua lembaga politik seperti presiden, menteri, dan parlemen, tidak menggunakan Syariah Islam sebagai hukum positif (yang berlaku), melainkan menggunakan hukum-hukum buatan manusia (hukum kufur/thaghut/jahiliyah).

Presiden dan para menteri, misalnya, tugas utamanya sebagai pemegang kekuasaan eksekutif bukanlah menjalankan Syariah Islam, melainkan menjalankan UU buatan manusia (produk lembaga legislatif). Parlemen, tugas utamanya sebagai pemegang kekuasaan legislatif adalah melakukan legislasi UU yang tidak merujuk kepada wahyu sebagai sumber hukumnya, melainkan menjadikan manusia sebagai sumber hukumnya. Kalau ada legislasi atau penerapan Syariah, hanyalah sedikit atau parsial saja, dan merupakan perkecualian.

Padahal, Islam di satu sisi telah mewajibkan umatnya untuk menerapkan Syariah Islam, secara menyeluruh/kaffah dan bukan secara parsial. (Lihat QS An-Nisaa : 58; QS Al-Maaidah : 48-49; QS Al-Baqarah : 208; QS Al-Baqarah : 85).

Di sisi lain Islam telah mengharamkan umatnya untuk menerapkan hukum kufur, yaitu hukum selain Syariah Islam. (Lihat QS Al-Maaidah : 44, 45, 47; QS Al-Maaidah : 50; QS An-Nisaa` : 60; QS An-Nisaa` : 65). Firman Allah SWT :

Maka dari itu, mempertimbangkan tujuan-tujuan koalisi yang telah disebutkan di atas, dan pertentangannya yang nyata dengan syara’, maka koalisi parpol Islam dan parpol sekuler hukumnya haram secara syar’i.

Dalil-dalil keharamannya adalah Al-Qur`an, As-Sunnah, dan qaidah syar’iyah. Rinciannya sebagai berikut :

Pertama, koalisi parpol Islam dan parpol sekuler merupakan tolong menolong dalam perkara yang haram, yaitu tolong menolong yang mengarah kepada penerapan hukum-hukum kufur (bukan Syariah Islam), baik dalam kekuasaan eksekutif (presiden dan menteri) maupun legislatif (parlemen). Tolong menolong semacam ini telah dilarang oleh Allah SWT dengan firman-Nya :

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلا تَعَاوَنُوا عَلَى الإثْمِ وَالْعُدْوَانِ

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (QS Al-Maaidah [5] : 2)

Imam Ibnu Katsir menjelaskan ayat di atas :

يأمر تعالى عباده المؤمنين بالمعاونة على فعل الخيرات، وهو البر، وترك المنكرات وهو التقوى، وينهاهم عن التناصر على الباطل. والتعاون على المآثم والمحارم…

“Allah SWT telah memerintahkan para hamba-Nya yang beriman untuk tolong menolong dalam mengerjakan perbuatan baik, yaitu kebajikan (al-birr), dan meninggalkan kemungkaran-kemungkaran, yaitu ketakwaan (al-taqwa). Allah SWT juga melarang mereka untuk tolong menolong dalam kebatilan (al-bathil), dalam dosa (al-ma-atsim), dan dalam hal-hal yang diharamkan (al-maharim).” (Tafsir Ibnu Katsir, 2/12-13).

Berdasarkan keumuman ayat di atas, yaitu adanya larangan untuk tolong menolong dalam segala kebatilan (al-bathil), dosa (al-ma-atsim), dan hal-hal yang diharamkan (al-maharim), maka koalisi parpol Islam dan parpol sekuler adalah haram, karena koalisi ini mengarah pada penerapan hukum kufur yang jelas-jelas haram.

Kedua, koalisi parpol Islam dengan parpol sekuler akan menimbulkan kecenderungan (sikap rela/setuju) dari aktivis parpol Islam kepada aktivis parpol sekuler yang zalim. Padahal sikap cenderung ini dilarang oleh Allah SWT :

وَلا تَرْكَنُوا إِلَى الَّذِينَ ظَلَمُوا فَتَمَسَّكُمُ النَّارُ وَمَا لَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ مِنْ أَوْلِيَاءَ ثُمَّ لا تُنْصَرُونَ

“Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolongpun selain daripada Allah, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan.” (QS Huud [11] : 113)

Kalimat “janganlah kamu cenderung” (wa laa tarkanuu), ada beberapa penafsiran. Kata Qatadah, bahwa maksudnya adalah janganlah kamu mencintai (laa tawadduuhum) dan janganlah kamu mentaati mereka (laa tuthii’uuhum). Kata Ibnu Juraij, maksudnya janganlah kamu condong kepada mereka (laa tumiilu ilaihim). Kata Abul ‘Aliyah, maksudnya janganlah kamu rela dengan perbuatan mereka (laa tardhou a’maalahum). Mengomentari beberapa penafsiran ini, Imam Qurthubi menyimpulkan,”Semua penafsiran ini hampir sama maknanya.” (Kulluha mutaqaaribah). (Tafsir Al-Qurthubi, 9/108).

Imam Al-Qurthubi selanjutnya menerangkan :

وأنها دالة على هجران أهل الكفر والمعاصي من أهل البدع وغيرهم، فإن صحبتهم كفر أو معصية، إذ الصحبة لا تكون إلا عن مودة

“Ayat ini menunjukkan [keharusan] menjauhi orang kafir atau para pelaku maksiat dari kalangan ahlul bid’ah dan yang lainnya, karena bersahabat dengan mereka adalah suatu kekufuran atau kemaksiatan, mengingat persahabatan tak mungkin ada kecuali karena kecintaan…” (Tafsir Al-Qurthubi, 9/108).

Berdasarkan penafsiran ini, koalisi parpol Islam dengan parpol sekuler haram hukumnya. Sebab para aktivis parpol sekuler hakikatnya adalah orang-orang zalim atau para pelaku maksiat (ahlul ma’ashi), karena tidak menjadikan ajaran Islam sebagai asas dan pedoman dalam berparpol. Orang-orang sekuler ini mestinya dijauhi, bukan didekati atau malah diajak koalisi. Karena itu, berkoalisi dengan mereka, berarti melanggar perintah Allah dalam ayat di atas, yaitu perintah untuk menjauhi para pelaku maksiat dengan cara tidak berkawan atau bersahabat dengan mereka.

Ketiga, koalisi parpol Islam dengan parpol sekuler akan memperlama umur kebatilan, yaitu sistem demokasi-sekuler sekarang. Padahal Allah SWT telah memerintahkan agar bersegera –bukan berlambat-lambat– dalam meninggalkan kebatilan dan melaksanakan ketaatan. Allah SWT berfirman :

وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالاَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” (QS Ali ‘Imraan [3] : 133).

Kata saari’uu (bersegaralah) artinya baadiruu (bercepat-cepatlah) atau saabiquu (berlomba-lombalah). (Tafsir Al-Baghawi, 2/103). Maka koalisi antar parpol Islam dengan parpol sekuler haram karena bertentangan dengan perintah Allah ini, sebab koalisi seperti itu justru akan memperlama eksistensi sistem sekuler dan menunda semakin lama penerapan Syaraiah Islam yang menyeluruh.

Keempat, koalisi parpol Islam dengan parpol sekuler akan mengantarkan orang-orang mereka dalam jabatan-jabatan pemerintahan dalam sistem sekuler. Padahal telah ada hadis sahih yang melarang menduduki jabatan-jabatan pemerintahan (penguasa) dalam sebuah pemerintahan yang menyalahi Syariah, seperti sistem demokrasi-sekuler sekarang. Sabda Nabi SAW :

ليأتين على الناس زمان يكون عليكم أمراء سفهاء يقدمون شرار الناس ، ويظهرون بخيارهم ، ويؤخرون الصلاة عن مواقيتها ، فمن أدرك ذلك منكم ، فلا يكونن عريفا ولا شرطيا ولا جابيا ولا خازنا

“Sungguh akan datang pada manusia suatu zaman, dimana yang ada atas kalian adalah pemimpi-pemimpin yang bodoh (umara sufaha) yang mengutamakan manusia-manusia yang jahat dan mengalahkan orang-orang yang baik di antara mereka, dan mereka suka menunda-nunda sholat keluar dari waktu-waktunya. Maka barangsiapa di antara kamu yang mendapati pemimpin-pemimpin seperti itu, janganlah sekali-kali dia menjadi pejabat (’ariif), atau menjadi polisi, atau menjadi pemungut [harta], atau menjadi penyimpan [harta].” (Musnad Abu Ya’la, 3/121; Ibnu Hibban no 4669; Kata Nashiruddin Al-Albani dalam As-Silsilah As-Shahihah hadis no 360,”Hadis ini isnadnya sahih dan para perawinya tsiqat.”).

Terdapat hadis lain yang semakna dengan hadis di atas, misalnya sabda Nabi SAW :

يَكُونُ فِي آخِرِ الزَّمَانِ أُمَرَاءُ ظَلَمَةٌ، وَوُزَرَاءُ فَسَقَةٌ، وَقُضَاةٌ خَوَنَةٌ، وَفُقَهَاءُ كَذَبَةٌ، فَمَنْ أَدْرَكَ مِنْكُمْ ذَلِكَ الزَّمَنَ فَلا يَكُونَنَّ لَهُمْ جَابِيًا وَلا عَرِيفًا وَلا شُرْطِيًّا

“Akan ada pada akhir zaman para pemimpin yang zalim, para menteri yang fasik, para hakim yang khianat, dan para fuqaha yang pendusta. Maka barangsiapa di antara kamu yang mendapati zaman itu, janganlah sekali-kali dia menjadi pemungut harta mereka, atau menjadi pejabat mereka, atau menjadi polisi mereka.” (HR Thabrani, dalam Al-Mu’jam Al-Kabir, hadis no 156, 19/67).

Muhammad Syakir Al-Syarif menjelaskan pengertian kata “ariif” dan “jaabi” dalam hadis di atas sebagai berikut :

العريف : القيم الذي يتولى مسئولية جماعة من الناس…والجابي : الذي يتولى جباية الإموال من الناس كالمكوس ونحوها

“Yang dimaksud “ariif” adalah orang yang memegang tanggung jawab masyarakat umum [pejabat pemerintahan], sedang “jaabi” adalah orang yang bertugas memungut harta masyarakat seperti bea cukai dan yang semisalnya [petugas pajak].” (Muhammad Syakir Al-Syarif, Al-Musyarakah fi Al-Barlaman wa Al-Wizarah, hlm. 181).

Berdasarkan hadis di atas, jelas koalisi parpol Islam dan parpol sekuler haram hukumnya. Karena koalisi ini di antaranya tujuannya adalah menempatkan kader-kader mereka untuk menjadi para pejabat publik, seperti presiden dan menteri, dalam sistem sekarang yang tidak menjalankan Syariah Islam. Posisi jabatan publik dalam sistem kufur seperti ini dilarang berdasarkan hadis di atas.

Kelima, koalisi parpol Islam dengan parpol sekuler merupakan suatu perjanjian atau kesepakatan yang terlarang dalam Islam, karena tujuannya bertentangan dengan ajaran Islam. Perjanjian atau kesepakatan semacam ini haram hukumnya, sesuai sabda Nabi SAW :

لا حِلْفَ فِي الإِسْلام

“Tidak boleh ada perjanjian [yang batil] dalam Islam.” (HR Bukhari no 2130; Muslim no 4593; Abu Dawud no 2536; Ahmad no 13475).

Kata “hilfun” dalam bahasa Arab arti asalnya adalah perjanjian (mu’ahadah) atau kesepakatan (mu’aaqadah; ittifaaq) untuk saling memperkuat (at-ta’adhud) atau menolong (at-tasaa’ud). (Catatan kaki dalam Al-Mustadrak ‘ala ash-Shahihain, Al-Hakim, 6/497).

Imam Nawawi memberi syarah (penjelasan) hadis di atas dengan berkata :

فَالْمُرَاد بِهِ حِلْف التَّوَارُث وَالْحِلْف عَلَى مَا مَنَعَ الشَّرْع مِنْهُ

“Yang dimaksud dengan “hilfun” yang dilarang dalam hadis di atas adalah perjanjian untuk saling mewarisi [yang ada pada masa awal hijrah bagi orang-orang yang saling dipersaudarakan oleh Rasulullah SAW] dan perjanjian pada segala sesuatu yang dilarang oleh syara’.” (Imam Nawawi, Syarah Muslim, 3/302).

Maka dari itu, koalisi parpol Islam dengan parpol sekuler adalah haram, karena koalisi ini hakikatnya merupakan perjanjian yang dilarang oleh syara’, karena bertujuan untuk menempatkan para kader mereka sebagai presiden dan/atau menteri (yang akan menjalankan hukum-hukum kufur).

Keenam, koalisi parpol Islam dengan parpol sekuler merupakan suatu perjanjian batil karena mengandung syarat-syarat yang bertentangan dengan syara’. Nabi SAW telah bersabda :

كُلُّ شَرْطٍ لَيْسَ فِي كِتَابِ اللَّهِ فَهُوَ بَاطِلٌ وَإِنْ كَانَ مِائَةَ شَرْطٍ

“Setiap syarat yang tidak sesuai dengan Kitabullah, maka ia adalah batil, meskipun ada seratus syarat.” (HR Bukhari no 2375; Muslim no 2762; Ibnu Majah no 2512; Ahmad 24603; Ibnu Hibban no 4347).

Ibnu Hajar Al-’Asqalani dalam Fathul Bari berkata :

أَنَّ الشُّرُوط الْغَيْر الْمَشْرُوعَة بَاطِلَة وَلَوْ كَثُرَتْ

“Sesungguhnya syarat-syarat yang tidak sesuai syara’ adalah batil, meski banyak jumlahnya.” (Ibnu Hajar Al-’Asqalani, Fathul Bari, 8/34).

Jadi, hadis di atas melarang setiap syarat yang bertentangan dengan syara’. Padahal suatu perjanjian termasuk koalisi antar parpol tidak akan terlepas dari syarat-syarat yang diajukan kedua belah pihak. Misalnya siapa yang akan menjadi calon presiden, siapa yang akan menduduki kementerian tertentu, dan sebagainya. Padahal syarat-syarat koalisi ini terkait dengan kekuasaan dalam sistem sekuler yang tidak menjalankan hukum Syariah Islam.

Maka dari itu, koalisi parpol Islam dengan parpol sekuler hukumnya haram, karena koalisi ini merupakan suatu perjanjian dengan syarat-syarat yang bertentangan dengan syara’, yaitu memperoleh kedudukan dalam kekuasaan yang tidak menjalankan Syariah Islam.

Ketujuh, koalisi parpol Islam dengan parpol sekuler merupakan perantaraan (wasilah) kepada sesuatu yang haram, yaitu duduknya para kader mereka sebagai pejabat publik (seperti presiden dan menteri) dalam sistem demokrasi-sekuler, yang akan menjalankan hukum-hukum kufur. Kaidah syara’ dalam masalah ini menetapkan :

الْوَسِيلَةُ إلى الْمُحَرَّمِ مُحَرَّمَةٌ

“Segala perantaraan yang akan membawa kepada yang haram, hukumnya haram.” (Anwar Al-Buruq fi Anwa’ Al-Furuq, 3/46)

Berdasarkan ketujuh dalil yang telah diuraikan di atas, maka hukum koalisi parpol Islam dan parpol sekuler hukumnya adalah haram secara syar’i.

Kesimpulan

Berdasarkan seluruh uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa koalisi antara parpol Islam dan parpol sekuler hukumnya haram. Karena koalisi seperti ini mengarah pada legislasi dan/atau penerapan hukum kufur, baik oleh eksekutif (Presiden dan para menteri) maupun oleh legislatif (parlemen). Wallahu a’lam. [ ]

**Lajnah Tsaqafiyah DPP HTI.

DAFTAR PUSTAKA

Alfian, 1981, Pemikiran dan Perubahan Politik Indonesia, (Jakarta : PT Gramedia).

Al-Ja’bah, Abdul Hamid, Al-Ahzab fi Al-Islam,

Al-Mahmud, Ahmad, 1995, Ad-Da’wah ila Al-Islam, (Beirut : Darul Ummah)

Al-Qaradhawi, Yusuf, 2000, Fiqih Daulah Dalam Perspektif Al-Qur`an dan Sunnah (Min Fiqh Al-Daulah fi Al-Islam), Penerjemah Kathur Suhardi, (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar)

Al-Syarif, Muhammad Syakir, 1411 H, Haqiqah Al-Dimuqrathiyyah, (Tanpa tempat penerbit : tanpa penerbit)

———-, 1428 H, Al-Musyarakah fi Al-Barlaman wa Al-Wizarah : ‘Ardh wa Naqd, (Riyadh : tanpa penerbit).

Anonim, 2004, Era Koalisi, mhttp://nurdpcpkssapeken.blogspot.com/2009/01/era-koalisi.html

Echols, John M. & Hassan Shadily, 1983, Cetakan XII, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta : PT Gramedia).

Hilal, Iyad, 2002, Perjanjian-Perjanjian Internasional dalam Pandangan Islam (Al-Mu’ahadat al-Dauliyah fi al-Syariah al-Islamiyah), Penerjemah Mahbubah, (Bogor : Pustaka Thariqul Izzah).

Jurdi, Fajlurahman, 2009, Aib Politik Islam : Perselingkuhan Binal Partai-Partai Islam Memenuhi Hasrat Kekuasaan, (Yogyakarta : Antonylib).

Kiswanto, Heri, 2008, Gagalnya Peran Politik Kyai Dalam Mengatasi Krisis Multi Dimensional, (Yogyakarta : Nawesea Press).

Mashad, Dhurorudin, 2008, Akar Konflik Politik Islam di Indonesia, (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar).

Mufti, Muhammad Ahmad, 2002, Naqdh Al-Judzur Al-Fikriyah li Al-Dimuqrathiyah Al-Gharbiyah, (Tanpa tempat penerbit : Maktabah Al-Malik Fahad).

Murdiati, Dini, 1999, Faktor Determinan Koalisi Partai Politik, http://kampusciamis.com/content/view/71/1/

Poerwadarminta, W.J.S., 1982, Kamus Umum Bahasa Indinesia, (Jakarta : PN Balai Pustaka).

Ricklefs, M.C., 2005, Sejarah Indonesia Modern 1200 – 2004 (A History of Modern Indonesia Sinve 1200), (Jakarta : PT Serambi Ilmu Semesta).

Sabili, “KPU Makin Tidak Cerdas”, No 20, Th XVI 27 Rabiul Akhir 1430/23 April 2009

Thabib, Hamd Fahmi, Al-Mu’ahadat fi Asy-Syari’ah Al-Islamiyah, (t.p : Baitul Maqdis), 2002

Zallum, Abdul Qadim, 1990, Al-Dimuqrathiyah Nizham Kufr, (Tanpa tempat penerbit : Hizbut Tahrir).