Sunday, June 3, 2007

Pilih Dakwah atau Politik

Berbagai macam spekulasi berkembang tentang masa depan DDII sepeninggal Bang Hussein. Apa yang harus diutamakan, bergerak pada tataran dakwah atau politik?
Sebagai “titisan” Masyumi, aroma politik dalam gerak langkah Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) memang tidak bisa lepaskan. Apalagi, salah satu tokoh dan pendiri DDII, Mohammad Natsir, termasuk dalam jajaran politikus ulung sekaligus dai tangguh. Sebagian kalangan menilai, tokoh-tokoh DDII yang muncul belakangan, masih belum ada yang benar-benar menjadi penerus Natsir. Setidaknya, hal inilah yang muncul dalam pandangan pengamat politik Ahmad Suhelmi. Yang jelas, kata Suhelmi, pengaruh DDII di zaman Natsir, berbeda signifikan dibandingkan setelah beliau wafat.
DDII punya kharisma yang sangat kuat karena ketokohan Pak Natsir. “Saat ini jauh lebih menyusut. Orang melihat Dewan Dakwah di zaman Pak Natsir jauh lebih berwibawa.”Menurut Dosen FISIP Universitas Indonesia ini, faktor SDM (Sumber Daya Manusia) merupakan salah satu sebabnya. Tidak terjadi regenerasi yang utuh dalam gerakan dakwah DDII. “Coba lihat, mana pemimpin-pemimpin yang muncul? Tokoh-tokoh Islam, baik sebagai dai dan sebagai intelektual yang muncul dari kalangan Dewan Dakwah, hanya segelintir saja. Jadi, proses kaderisasi dakwah itu tidak berjalan,” papar Suhelmi.Salah satu persoalan dalam melakukan kaderisasi di tubuh DDII adalah statusnya sendiri.
DDII adalah lembaga dakwah yang berbentuk yayasan, bukan ormas. Hal ini diungkapkan oleh Ketua FUI (Forum Umat Islam) Mashadi. Menurut pria berjenggot ini, DDII harus punya sayap organisasi yang bisa dijadikan sarana rekrutmen anggota, pembinaan, pengenalan ide-ide, cita-cita yang dulu pernah digagas oleh para pemimpin Masyumi. “Itu bisa menjadi sebuah solusi agar DDII bisa tetap eksis dengan orang-orang baru,” ujarnya. Mashadi juga pernah menyarankan agar DDII diubah statusnya menjadi ormas, demi regenerasi.Walau demikian, umat Islam tidak boleh pesimis dan skeptis dengan proses regenerasi di tubuh DDII.
Setelah wafatnya Ustadz Hussein Umar, masih banyak tokoh DDII yang siap meneruskan tongkat estafet kepemimpinan. “Kita tidak boleh skeptis. Kita harus tetap optimis,” ujar Ketua Umum KISDI (Komite Indonesia untuk Solidaritas Dunia Islam) Ahmad Sumargono. Hal ini pula yang ditegaskan oleh Amir MMI (Majelis Mujahidin Indonesia), Ustadz Abu Bakar Ba’asyir. Prospek DDII akan tetap baik, karena masih banyak kadernya. “Insya Allah, mereka masih bisa melanjutkan cita-cita DDII. Mudah-mudahan akan lebih baik lagi nanti,” harapnya. “Saya tidak berkecil hati mengenai DDII. Allah akan terus mengangkatnya.” Harapan Ustadz Abu, sejalan dengan harapan pengurus DPP HTI, Muhammad al-Khaththath. Bagi Khaththath, DDII adalah perekat dakwah yang mengimplementasikan apa yang diminta Allah SWT dalam surah Ali Imran: 104, "Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung." “Saya kira inilah yang kita harapkan dari Dewan Dakwah. Memerintahkan dakwah yang terkemuka karena ia dibangun oleh M Natsir—almarhum—yang sangat terkemuka dalam dakwah di Indonesia,” jelasnya.Dalam Fiqh Dakwah Natsir, kata Khaththath, ayat inilah yang menjadi penggerak dari seluruh gerakan yang dilakukan Dewan Dakwah. “Harapan kita bersama, Dewan Dakwah jangan pudar atau surut ke belakang. Harus maju bersama-sama!” Pada zaman Pak Natsir, DDII dikenal concern dalam bidang politik maupun dakwah. Akankah kedua bidang ini akan tetap menjadi fokus DDII ke depan? Sumargono berharap DDII tetap seimbang dalam menjalankan dua peran tersebut. “Terlalu politik praktis kurang bagus. Dakwah saja dengan menafikan kondisi politik, nanti umatnya buta politik,” kata politisi dari Partai Bulan Bintang (PBB) yang akrab dipanggil Bang Gogon ini.
Untuk menyeimbangkan kedua bidang garapan ini, menurut Gogon, jabatan ketua mungkin tidak perlu diadakan. Lebih baik dimunculkan departemen khusus yang spesial untuk mengolah masalah-masalah politik. Kemudian mengadakan hubungan dengan organisasi-organisasi yang ada, membangun ukhuwah Islamiyah dan segala macamnya.Pengasuh Pesantren Ulil Albab, KH Didin Hafiduddin menegaskan, antara dakwah dan politik dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Politik untuk berdakwah. Berdakwah pun harus menggunakan politik. “Banyak hal yang perlu kita lakukan lewat politik,” ujarnya. “Misalnya, produk undang-undang kan tidak bisa diperjuangkan kecuali lewat politik. Demikian pula, memperbanyak anggota dewan yang concern dakwah pada syariat Islam.” Karena itu, kata KH Didin, tidak perlu dipisahkan secara jelas antara dakwah dan politik karena pasti akan bersentuhan. Yang paling penting untuk dilakukan oleh DDII ada dua hal: Pertama, menjaga masyarakat supaya lurus akidahnya. “Amar makruf nahi munkar itu membangun kekuatan umat. Kalau ada kristenisasi, DDII harus tampil. Ada sekularisasi, DDII harus tampil.” Kedua, DDII harus concern dalam mencetak kader-kader dakwah. Meningkatkan kualitas dai-dai yang ada. Misalnya, tiap tiga bulan atau enam bulan sekali, DDII mengadakan training-training dai secara nasional maupun secara lokal. “Dai-dai yang ada di mana-mana ini kita kumpulkan dan berikan pelatihan, dikoordinasikan oleh DDII. Tentu saja, dalam melaksanakan tugas yang besar ini, DDII perlu kerja sama dengan berbagai ormas dan lembaga-lembaga Islam,” ujar KH Didin.
Sebagai lembaga dakwah Islamiyah, DDII pastinya akan tetap bergerak dan berjuang, baik di bidang dakwah maupun politik. Semoga warisan Pak Natsir ini tetap tabah dan kokoh menyongsong tantangan di masa depan.

Chairul AkhmadLaporan: Diyah Kusumawardhani, Faris Khoirul Anam

No comments:

Post a Comment